Banyak sekali pemahaman tentang Jiwa. Dari sekian banhyak
pemahaman tersebut, semua meyakini bahwa jiwa mengalami sebuah perjalanan. Ada
yang mengatakan bahwa Jiwa adalah Ruh yang mempunyai nafsu. Mungkin si
penerjemah menerjemahkan ‘nafs’ sebagai nafsu.
Bagi saya nafsu dalam bahasa Indonesia tidak sama dengan ‘nafs’.
Nafs dalam bahasa Al-Quran mempunyai banyak makna.
Dalam perjalanan sang Jiwa ini, tentunya ia akan singgah di
berbagai pemberhentiannya, yang kita kenal dengan nama maqom atau pemberhentian
jiwa.
Pemberhentian Jiwa ini bukan untuk merujuk kepada tingkat jiwa
dari yang tinggi kepada yang rendah, namun hanya sebagai bekal bahwa ada
beberapa pemberhentian yang memang harus dilewati.
Ketika Jiwa singgah di pemberhentian Syariat ,
maka yang dipahami adalah ‘Ini milikku, itu milikmu’ ada
keterpisahan dan kepemilikan.
Ketika Jiwa singgah di pemberhentian Tarekat ,
maka yang dipahami adalah ‘Milikku ya milikmu, milikmu ya milikku’,
ada kesadaran bahwa masing-masing mempunyai sesuatu sebagai hal yang disatukan
Ketika Jiwa singgah di permberhentian Hakekat ,
maka yang dipahami adalah ‘Aku dan Kamu tidak memiliki apa-apa, semua
dimiliki Tuhan’, ada kesadaran bahwa tidak ada kepemilikan apapun.
Ketika Jiwa singgah di pemberhentian Makrifat ,
maka yang dipahami adalah ‘Aku dan Kamu tidak ada’ , ada
kesadaran nothingness , atau alam suwung.
Jiwa selalu bercahaya dan yang menutupi sinarnya adalah hijab
dari pikiran manusia itu sendiri. Keinginan dan ambisi adalah satu satu sebab
yang menjadikan cahaya Jiwa menjadi tertutup karenanya.
Ketika kebutuhan manusia diabaikan dan yang dipahami adalah
merealisasikan keinginan, maka manusia menjadi ambisius dan selalu mencari
jalan untuk dapat merealisasikan keinginan tersebut.
Suara Jiwa yang jernih menjadi keruh hanya karena keinginan
untuk merealisasikan keinginan itu sendiri.
Bagaimana tindakan pikiran untuk membuat hijab bagi jiwa? Ia
akan selalu mencari pembenaran dari apa yang akan
dilakukannya. Untuk itu para master mengajak kita untuk ber- Zuhud, yaitu
tindakan untuk menarik diri dari keinginan dan melepaskan keterikatan.
Dalam ber-Zuhud, bukanlah tindakan fisik yang dipentingkan,
namun keterikatan pikiran terhadap dunia yang diperhatikan. Sikap Zuhud adalah
salah satu sikap mengolah pikiran untuk tidak terikat dan tidak merasakan
keterikatan terhadap apapun yang sedang terjadi pada diri manusia.
Pikiran akan selalu membenarkan dan mencari pembenaran guna
memuaskan ego atas keinginan-keinginan yang ada. Dan tindakan inilah yang
semakin menenggelamkan sang Jiwa ke dalam dasar yang tertutup hijab pikiran.
Puasa adalah salah satu jalan untuk menarik pikiran dari
keterikatan. Keterikatan terhadap makanan, minuman, dan segala hal yang
berkaitan dengan nafsu manusia. Banyak orang yang ketika merasa
mengetahui bahwa puasa tidak ada kaitannya dengan dosa dan pahala, maka
mereka dengan bangga meninggalkan puasa. Padahal, ajang latihan inilah yang
diperlukan untuk melatih pikiran untuk tidak terikat dengan ego manusia itu
sendiri.
Pada saat meninggalkan puasa itulah mereka telah kalah dengan
bujuk rayu pikiran guna memuaskan egonya dan sekali lagi, bahwa langkah
tersebut menutup sang Jiwa dengan hijab yang semakin tebal.
Perjalanan Jiwa melewati berbagai macam peristiwa kehidupan yang
diserap melalui tubuh yang ada adalah sebuah kendaraan untuk memperkaya
pelajaran-pelajaran yang memang seharusnya didapat di Bumi ini.
Untuk itu, dibekalkannya pikiran yang walaupun terlihat sangat
bertentangan dengan Jiwa dan selalu melakukan tindakan-tindakan pembenaran
atasnya, namun mengolah pikiran, menyadarinya, dan menggunakannya
sebaik-baiknya dapat menyelami sang Jiwa itu sendiri.
Apapun yang ada saat ini, pikiran adalah anak tangga yang harus
digunakan untuk meniti perjalanan supaya dapat naik ke atas. Memahami pikiran
sebagai alat atau tools , adalah tindakan bijaksana
daripada memperlakukan pikiran sebagai objek untuk dikuatkan, dimanfaatkan
kekuatannya, dan dijadikan tujuan memenuhi keinginan.
‘Soul is transcending your mind’
Bila Jiwa bukanlah Pikiran, maka memang Jiwa bukan untuk
dipikirkan, walaupun kita harus menggunakan pikiran guna melampaui dirinya
sendiri sehingga kita mengenal sang Jiwa.
Amsterdam, 23 Juli, 2012
No comments:
Post a Comment