Apapun yang busuk, entah itu buah, nasi, atau makanan, tentu saja
akan menimbulkan bau yang tak enak. Terlebih lagi bila barang busuk tersebut
tidak segera dibuang, ia akan mengakibatkan berbagai macam penyakit yang bisa
ditimbulkannya.
Sebuah negara juga seperti sekeranjang makanan. Makanan yang enak
dan masih segar tentu saja mengakibatkan keranjang tersebut terlihat indah dan
menggairahkan. Namun bila keranjang isinya makanan-makanan busuk, apa yang
terjadi? Keranjang tersebut menjadi keranjang penyakit dan sumber penyakit.
Apakah Indonesia adalah keranjang busuk?
Kebusukan itu jelas terlihat karena kasus korupsi yang sangat
mencengangkan, yaitu proyek pengadaan Alquran kementrian agama!
Walaupun korupsi dalam bidang apapun merupakan tindakan amoral
yang sangat bejat, namun tindakan korupsi dalam pengadaan Alquran merupakan
tindakan yang bejatnya luar biasa! Bayangkan, mereka berani memanipulasi dari
apa yang dikatakan sebagai kitab suci!
Apakah lahan korupsi di negara ini sudah semakin sempit? Atau pemainnya sudah semakin banyak? Sehingga mereka berani mengambil lahan dari area agama yang diperdagangkan? Bila area agama saja berani dimanipulasi, bagaimana dengan area lainnya? Bila ancaman siksa saja dengan mudah ditepis untuk memanipulasi area suci ini, bagaimana keberanian mereka di area umum seperti pendidikan dan sosial?
Ketika tak habis berpikir tentang keberanian manipulasi proyek
pengadaan Alquran, kita jadi bertanya, apa sih kedudukan Alquran bagi mereka?
Atau mereka menempatkan agama sebagai apa? Yang menjadikan kita terbelakak lagi
adalah pelakunya, yaitu pejabat di kementrian agama sendiri.
Alquran baginya mungkin tak lagi sakral. Kemudian hal apakah yang ia anggap sakral yang bisa membentengi dirinya dari perbuatan amoral?
Saking banyaknya para koruptor di negeri ini, sehingga bentuk
tulisan atau olokan buat mereka tak lagi digubris. Penjara bagi mereka
merupakan ajang gengsi dan pertanda pangkat istimewa ketika sudah bisa mendekam
didalamnya.
Bagi para pramugari, mereka juga menyimpan cerita para koruptor ini. Walaupun para pelakunya belum terjerat dengan kasus korupsi, tapi kita bisa merabanya. Coba bayangkan, seorang bupati dari daerah terpencil ditimur sana yang bisa memberikan transfer tiap bulan sebesar 20-30juta ke rekening pribadi sang pramugari. Atau seorang pejabat pemerintah yang dengan mudah membelikan mobil atau rumah padanya. Darimanakah uang mereka? Dari gaji resmi tentu saja sudah merupakan hak mati para isteri sah mereka.
Kebanggaan para pegawai pemerintah untuk membelikan uang belanja
dalam jumlah puluhan juta ini tidak disadarinya sebagai bentuk kabar bahwa ada
yang tak beres dengan uangnya. Namun sekali lagi, mereka bangga dengan hal
tersebut. Mereka bangga dianggap berada walaupun mereka menggunakan uang negara!
Kasus-kasus korupsi yang kemaren memang dianggap biasa, karena tidak menyangkut soal agama. Namun kali ini, bukan saja area agama, namun menyangkut tentang kitab yang disucikan. Kali ini keranjang kita memang benar-benar terlihat busuk!
Bila sudah seperti ini, apakah masih ada yang dipercaya dinegeri
ini? Siapa? Pejabat mana? Pegawai pemerintah yang mana? Lembaga apa?
Bila pejabat kementrian agama yang notabene dekat dengan dakwah-dakwah moral saja bisa terguncang moralnya, bagaimana mereka yang jauh dari departemen ini? Bagaimana dengan orang-orang yang jauh dari kemapanan, yang masih berjuang hanya untuk sekedar makan?
Namun mungkin saja asumsi diatas salah. Justru orang-orang yang
jauh dari kemapanan itulah, mereka yang sengaja menghindar dari kebisingan,
tinggal di tepian gunung dan hutan, adalah mereka yang menjadi 'soko guru' bangsa ini.
Merekalah yang mengendalikan dan mempertahankan bangsa ini. Mereka mengetahui
para koruptor ini dan entah dengan cara apa mereka mengenyahkannya. Seperti
pada saat ketika mereka melihat bila satu kepemimpinan tetap dilanjutkan maka
negara akan hancur. Kemudian entah dengan cara apa mereka bisa membuat pemimpin
tersebut turun tahta.
Para koruptor atau pemimpin yang merasa tak tergoyahkan tidak
menyadari keberadaan ini, mereka tak tahu bahwa Indonesia masih dilindungi oleh
orang-orang jujur tanpa pamrih yang jauh dari kemapanan tapi selalu menjaga
amanat Nusantara.
Sudah busukkah negara ini?
Bagi kita mungkin sangat busuk, namun kita masih bisa memilih yang
busuk untuk kita buang, dan membersihkan keranjang dari hama yang ada.
Seperti orang-orang yang menjadi 'soko guru' tersebut, marilah kita selalu sadar bahwa
siapa menanam angin, ia akan menuai badai. Makna dari kalimat tersebut
sudah sangat sering kita dengar, dan akibatnya juga sangat sering kita lihat.
Namun banyak yang menganggapnya hanyalah dongeng belaka.
Bila anda tak menganggap peribahasa tersebut sebagai dongeng, maka tentu saja anda tidak akan membiarkan sang buah busuk menjadi hama di negeri ini.
Agung webe
No comments:
Post a Comment