Kunjungi pula Situs Utama dan foto training Agung Webe

Agung Webe, penulis buku motivasi dan trainer pemberdayaan diri

Tuesday, August 14, 2012

Apakah Lailatul Qadar turun dari langit?

Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan menjadi malam yang menarik karena diyakini akan hadirnya satu malam yang istimewa yang bernama malam Lailatul Qadar. Karena keistimewaan malam ini maka setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
Namun apakah yang dikatakan sepuluh malam tersebut adalah benar-benar kondisi malam hari?

Memaknai Lailatul Qadar dari sekedar sesuatu yang jatuh dari langit (dari luar diri) dan harus kita nanti adalah sesuatu yang bagi saya harus didefinisikan ulang kembali. Artinya apa? Artinya adalah bahwa tidak ada sesuatu yang jatuh dari atas sana.
Bila dalam satu malam seseorang di analogikan mendapatkan seperti 1000 bulan, hal tersebut mempunyai maksud bahwa dalam satu malam itu ia mengalami loncatan quantum dalam evolusi pikirannya sehingga ia memahami pelajaran hidup yang seharusnya ia jalani dalam 1000 bulan atau 84 tahun!

Upaya-upaya untuk mendapatkan Lailatul Qadar salah satunya adalah itikaf.  Itikaf mempunyai arti mengasingkan diri untuk sementara waktu dari kesibukan dunia. Namun benarkah kita sudah mengasingkan diri? Mengasingkan diri dari apa? Kesibukan dunia yang mana?
Kita sudah berdiam diri dan menganggap sudah mengasingkan diri dari dunia, namun kita belum mengasingkan diri dari pikiran! Kita tetap saja menyibukkan pikiran dengan ritual-ritual yang menjadikan pikiran semakin bising.
Banyak yang protes ketika saya menulis bagian yang ini: Kita tetap saja menyibukkan pikiran dengan ritual-ritual yang menjadikan pikiran semakin bising. Artinya protes anda menandakan bahwa pikiran anda memang benar-benar bising!

Lailatul Qadar bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit. Ia di analogikan turun dari atas. Atas disini bukanlah langit, namun kesadaran tinggi manusia yang berada di dalam diri manusia itu sendiri.
Bila anda sudah mengasingkan diri dari dunia, namun anda tidak mengasingkan diri dari pikiran anda sendiri, maka akses kepada kesadaran tinggi tetap tidak dapat dijangkau. Pikiran adalah hijab atau tirai yang menghalangi kesadaran tinggi untuk singgah.

Lailatul Qodar atau malam seribu bulan, sudah ada di dalam diri setiap manusia. Tinggal manusia itu sendiri, apakah ia dapat menyingkirkan pikirannya untuk hadirnya sang Lailatul Qadar sehingga saat itu ia mengalami evolusi pemikiran yang setara dengan pengetahuan selama 84 tahun, atau tetap membiarkan pikiran bising sehingga ia tak mendapatkan apa-apa.
Saya lebih memaknai bahwa Lailatul Qadar adalah muncul dari dalam diri, dari kesadaran tinggi, dan bukan sesuatu yang jatuh dari langit yang kita nanti. Ia harus kita upayakan dengan cara menyingkirkan pikiran bising kita.

Salam seribu bulan!

4 comments:

Rizky said...

pertanyaannya bagaimana cara mengasingkan diri dari kebisingan pikiran?

apakah dengan meditasi?

sedangkan sholat dan syariat2 lain yang selama ini diajarkan Tuhan dan menjadi kebisingan pikiran adalah jalan yang Dia sediakan untuk kita mencapai derajat tertinggi, mi'raj...

Agung Webe said...

Semua jalan bisa digunakan untuk menyibak kebisingan pikiran, termasuk sholat dan syariat lainnya.

Rizky said...

apa yang keliru dalam sholat, sehingga pelakunya tetap kebisingan?

Anonymous said...

yang keliru adalah karena shalatnya tidak khusyu (tidak sadar Allah), untuk itu latihlah khusyu diluar shalat setelah cukup mahir shalat-lah (perlahan-lahan)nanti Anda akan tercengang sendiri