Kunjungi pula Situs Utama dan foto training Agung Webe

Agung Webe, penulis buku motivasi dan trainer pemberdayaan diri

Monday, June 4, 2012

Ilmu mempercepat Rejeki, benarkah ada?

Rejeki ataupun Kekayaan merupakan topic menarik sepanjang jaman, bahkan semenjak sebelum Indonesia merdeka, pada saat buku Think & Grow Rich karya Napoleon Hill di terbitkan pertama kali.
Tidak usangnya topic ini menjadikan buku yang bertema rejeki menjadi sangat laris di pasaran karena tema Rejeki merupakan ‘trending topic’ yang abadi sepanjang manusia masih diliputi oleh kebutuhan yang disaingi oleh tingginya kenaikan harga pasar.
Bahkan hampir semua penerbit dan industry buku saat ini sangat mau untuk menerima naskah yang bertema seputar rejeki dan mencari rejeki dengan cepat.

Benarkah ilmu mempercepat rejeki itu benar-benar ada?
Pertanyaan ini hampir sama ketika pada tahun 2000-an marak iklan paranormal yang menjual ‘jeng-lot’, mereka yang mengaku dapat mengambil harta gaib, ataupun mereka yang bisa mengambil benda-benda pusaka yang harganya milliaran.
Saat itu, kalau memang terdapat ratusan paranormal yang mempunyai kemampuan sedemikian hebatnya, mengapa Indonesia tetap saja terbelakang? Mengapa utang Indonesia tetap tak terbayarkan? Mengapa dalam negosiasi dengan IMF tentang utang tidak disertakan ahli hypnosis yang dapat mempengaruhi mereka agar hutang diputihkan?

Sekarang, bila masyarakat ditawari meraih penghasilan dengan nilai milliaran dengan metode tertentu, dan mendapatkan rejeki berlimpah dengan cara tertentu, siapa yang tidak tertarik? Ditengah himpitan hiruk pikuk persaingan pekerjaan dan bisnis, tentu saja hal tersebut akan menjadi sebuah industry tersendiri.
Ketika sebuah iklan dari seminar serupa yang diselenggarakan mematok harga di atas lima ratus ribu rupiah, coba anda bayangkan, apakah masyarakat petani yang terpojok, para penjual jasa ojeg, para pemulung, dan para masyarakat miskin lainnya mampu mengikutinya?
Taruhlah bahwa metode tersebut memang ampuh dan diikuti oleh mereka yang tadinya memang sudah kaya. Apa hasilnya? Tentu saja yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin!

Ironis, dan akan sampai kapan roda gila seperti ini akan berputar?

Kehidupan memang bisa diibaratkan seperti ‘membayar hutang’. Artinya ada tindakan-tindakan terdahulu yang memang harus dibayar lunas, kemudian baru bisa melakukan kredit kembali. Tidak ada utang yang tidak perlu dibayar, sebuah hutang harus dibayar entah lama atau cepat. Bila apapun tindakan dari hasil rencana yang kita terapkan menghasilkan sebuah reaksi, maka kita percaya bahwa tindakan masa lalu merupakan hutang yang harus kita bayar lunas pada hari ini.
Artinya bagi saya, filosofi tentang ‘kita tidak bisa mempercepat apa yang seharusnya lambat, dan kita tidak bisa memperlambat apa yang seharusnya cepat’ adalah hal yang harus saya percayai. Kemudian bila ‘semua akan indah pada waktunya’, artinya bahwa memang semua hal yang ada didunia mempunyai waktunya sendiri-sendiri.
Lalu bila semua punya waktunya sendiri-sendiri, ada yang berpendapat kita diam saja, toh kalau sudah waktunya kaya ya akan kaya! Kalau memang dalam kurun waktu miskin mau bertindak apapun tetap miskin!
Memang semua ada waktunya dan kita tidak bisa memperlambat atau mempercepat. Namun bila kita diam saja, sama saja kita sedang melunasi hutang dan tidak menciptakan kredit baru yang lebih baik.

Yang bisa kita lakukan adalah memberi kesibukan kepada pikiran sehingga dalam masa waktu menunggu hutangnya habis dan waktunya tiba, ia akan bersorak, Hore aku berhasil!
Sekali lagi kita tidak bisa mempercepat waktu, namun kita bisa membuat seolah-olah waktu itu menjadi cepat untuk datang. Rejeki akan terlihat cepat datang bila kita membuat pikiran kita sibuk dan seolah-olah waktunya memang cepat.
“Kita memang hanya akan menuai apa yang kita tanam” itu adalah prinsip kuno dan diyakini sepanjang masa, hingga sekarang. Artinya bila kita menginginkan rejeki, memang kita harus menanam rejeki, tidak ada cara lain!

Dari lima ratus orang yang mempelari bahwa rejeki bisa dipercepat, berapa orang yang kemudian berkata bahwa rejeki mereka akhirnya cepat datang? Bisa dihitung dengan jari? Atau sepuluh persen?
Bila ya, maka kita lupa memperhatikan factor bahwa mungkin sekali hutang-hutang kehidupan mereka memang akan selesai lebih cepat dari 400 orang lainnya.

Atau bisa juga dilakukan sebuah langkah spektakuler seperti ini: Pilihlah sebuah desa yang masyarakatnya digaris kemiskinan. Kemudian dilakuan coaching tentang mempercepat rejeki kepada masyarakat desa tersebut. Dalam berapa bulankah mereka bisa berubah menjadi masyarakat dengan pendapatan di atas rata-rata?
Siapa yang berani?

Dari sisi lain, maraknya ‘trending topic’ tentang rejeki dan percepatannya tentu akan menumbuhkan motivasi kerja dan semangat baru. Dan itu tidak dipungkiri. Banyak orang yang giat kembali melakuan usaha yang hampir terpuruk, banyak yang terinspirasi kemudian tidak putus asa dengan tindakan yang sudah berulang kali gagal, walaupun ia kembali gagal setelah itu.

Namun pemahaman bahwa waktu bisa dipercepat, termasuk rejeki, ini yang harus di definisikan ulang kembali agar lebih banyak masyarakat menjadi cerdas dan bisa melangkah dengan bijaksana.
Artinya, waktu memang tidak bisa dipercepat termasuk rejeki. Namun kita bisa membuat sibuk pikirian sehingga seolah-olah ia menjadi sangat cepat untuk datang. Untuk membuat sesuatu yang baru di kehidupan (memetik hasilnya) adalah tergantung dari apa yang telah kita tanam sebelumnya. Bila kita menanam hutang yang tidak baik, maka kita harus menyelesaikan hutang kita sampai lunas terlebih dahulu.
Daripada anda tidak berbuat apa-apa, memang lebih baik membuat sibuk pikiran anda sehingga anda memanipulasinya dan seolah-olah anda menganggap bahwa rejeki itu cepat datang kepada anda.

Mau tidak mau, hutang yang telah anda tanam harus anda lunasi sampai selunas-lunasnya. Dan sambil melunasi hutang tersebut, maka kita buat vibrasi positive, selalu penuhi diri dengan emosi-emosi positive yang merupakan tanaman baru yang akan kita petik nanti pada waktunya tiba.

Jadi, apakah waktu dari rejeki bisa kita percepat? Sebaiknya anda baca ulang artikel saya ini!

Agung Webe

No comments: