Dalam pekerjaan, sebuah Reward biasa diberikan untuk
alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan peningkatan kinerja atau compliment
perusahaan. Dalam hal ini Reward bukan saja berbentuk nominal uang, namun bisa
saja pengakuan, fasilitas, wewenang, atau ungkapan terimakasih.
Reward tentu saja merupakan sebuah ‘harapan’ yang ingin
dicapai oleh seorang karyawan yang tentu saja hal tersebut dapat merangsang
kemajuan bagi dirinya.
Namun apakah sebuah Reward akan keluar tanpa bertambahnya
usaha dan resiko kerja?
Bagi sebuah perusahaan, ia mengharapkan tambahnya
produktifitas. Dengan bertambahnya produktifitas otomatis resiko kerja juga
bertambah. Jadi pemberian sebuah Reward memang bertujuan untuk menambah
usaha atau beban kerja disertai resiko kerja.
Nah, lalu apakah bertambahnya usaha/beban kerja disertai
resiko kerja ada yang tidak disertai oleh Reward? Atau setidaknya reward tetap
ada namun tidak sebanding dengan bertambahnya usaha dan resiko kerja tersebut?
Hal ini sangat mungkin terjadi di dalam sebuah perusahaan.
Contohnya begini,
Kenaikan level menjadi manager. Tentu saja dari sisi beban
kerja atau usaha kerja ini akan bertambah banyak. Resiko juga bertambah besar. Namun
reward yang diberikan untuk posisi tersebut tidak ada. Perusahaan sangat bisa
menerapkan hal tersebut karena kebutuhan posisi dan tingkat minat yang tinggi
walaupun tanpa reward.
Bagi karyawan, sangat besar sekali kemungkinan banyak yang
menerapkan filosofi ‘gengsi’. Menduduki jabatan manager merupakan gengsi
tersendiri walaupun tanpa reward yang berarti. Banyak yang berpikir, ‘kapan lagi jadi manager?’
Oke sekarang kita mencoba untuk tidak berpikir reward, namun
bepikir kepada peluang.
Peningkatan jabatan bisa dilihat dari peluang yang nantinya
akan bisa diraih dan mengesampingkan reward yang didapat. Disini sebagai
seorang professional dalam bidangnya, ketika ia akan meraih sesuatu tentu saja
ia menerapkan goal tersendiri dalam rencana langkahnya.
Goal disini sangat penting untuk membuat sebuah cek-list tentang peluang apa saja yang
bisa diraih dalam posisi barunya. Dan kemudian bila tidak ada? Reward tidak ada
dan peluang juga tidak ada? Pertanyaannya adalah: apakah anda tetap hanya akan mempertahankan
gengsi? Apakah anda hanya akan bangga
dengan sebutan manager? Apakah akan ada kemajuan dengan disebutnya anda sebagai
seorang manager?
Berpikir menjadi karyawan cerdas tentu saja harus membuka
mata dan telinga untuk melihat ke segala arah yang bisa dimanfaatkan.
Kembali kepada tujuan awal dalam pekerjaan. “apakah
tujuan anda dalam bekerja?” dan apakah gengsi jabatan akan mendukung
tujuan anda tersebut?
Kecerdasan untuk melihat apakah reward yang didapat
sebanding dengan beban kerja plus resiko kerja, atau adakah peluang yang lebih
besar yang bisa didapat walaupun tanpa reward adalah sebuah langkah yang harus
terus diasah.
Bila sepanjang bekerja seorang karyawan hanya menjalankan
rutinitas tanpa belajar mengasah kepekaan untuk kemajuan dirinya, alhasil ia
akan tergoda untuk naik jabatan tanpa reward! Yang terpikir hanyalah ‘ilusi
kesempatan’. Saya katakan ilusi kesempatan karena kenaikan jabatan yang
didapat hanyalah ilusi yang tidak memberikan arti bagi kemajuan dirinya.
Lalu apakah tawaran kenaikan jabatan tanpa reward akan
diabaikan begitu saja?
Tentu saja ini adalah pilihan bebas bagi masing-masing orang
dengan tujuan masing-masing. Namun bila anda bisa menemukan peluang-peluang
yang lebih besar pada posisi sekarang tanpa harus naik jabatan, mengapa anda
malah membebani diri dengan bertambahnya beban dan resiko kerja?
Pada posisi tersebut, tentu saja anda akan membuktikan
kemampuan handal yang bisa dijadikan bargaining bagi
perusahaan anda, bahwa anda adalah karyawan berkemampuan professional yang
patut diberikan reward ketika anda duduk pada jabatan yang lebih tinggi.
Karyawan cerdas bukanlah karyawan yang mengejar gengsi
jabatan, namun karyawan yang mampu memanfaatkan peluang yang ditemui dalam
posisinya.
Agung webe
No comments:
Post a Comment