Kunjungi pula Situs Utama dan foto training Agung Webe

Agung Webe, penulis buku motivasi dan trainer pemberdayaan diri

Thursday, May 31, 2012

Lady Gaga dan Pemuja Setan!

Kontroversi tentang gagal manggungnya di Indonesia beberapa minggu ini memang menjadi berita hangat, apalagi ada sebuah alasan yang di lontarkan yaitu bahwa Lady Gaga merupakan seorang pemujua Setan!
Stefani Joanne Angelina Germanotta (lahir di New York City, New York, Amerika Serikat, Amerika Serikat, 28 Maret 1986), lebih dikenal dengan nama panggungnya Lady Gaga.

Artikel ini tentu saja akan mengulas Lady Gaga dari sisi pemberdayaan diri yang berkaitan dengan marketing, proses kreatif, dan keputusan penting dalam memilih ‘branding’ oleh seorang Lady Gaga.
Bagi saya sebuah seni (apapun itu) tidak terkait dengan benar dan salah. Seni adalah sebuah eksplorasi yang tidak bisa diukur dengan angka pasti. Oleh sebab itu dalam seni yang ada hanyalah suka dan tidak suka. Kontroversi yang terjadi baru-baru ini dari kacamata seni hanyalah masalah diatas, yaitu suka dan tidak suka.

Apa kaitannya dengan pemuja setan?
Mari sejenak kita lihat apa yang dilakukan oleh Lady Gaga dalam hal memilih bentuk music dan tampilannya di atas panggung.
Lady Gaga belajar bermain piano dari umur 4 tahun, dan menulis lagu pianonya sendiri pada umur 13 tahun, kemudian tampil pertama open mic pada usia 14 tahun. Artinya ia mengawali hasrat bermusik sudah jauh hari pada awal perkembangan dirinya. Keinginannya dari kecil untuk eksis telah membuat Lady Gaga terus mencari bentuk untuk warna musiknya.

Saat music pop dipopulerkan oleh Madona, Britney Sprears, Beyonce, maka Lady Gaga harus muncul bukan seperti mereka. Ia merenung lama untuk memutuskan sesuatu yang menjadi controversial seperti sekarang ini. Tentu saja pemikiran itu bukanlah pemikiran pribadi namun merupakan kerja tim kreatif.
Branding yang diusung oleh tim kreatif Lady Gaga memang hal yang sangat riskan yang menyebabkan dia dimasukkan dalam isu illuminatist dan penganut pemuja setan. Bahkan kematian Michel Jackson dan Whitney Houston juga dikabarkan merupakan scenario yang dibuat oleh para illuminatis dikarenakan sebab tertentu. Namun saya tidak membahas hal tersebut.

Keputusan untuk branding dari jenis music, penampilan, dan aksi panggung yang menentang arus inilah yang membuat dia menjadi sering dibicarakan. Kemudian dia berhasil membuat positioning yang kuat dengan aksi panggungnya tersebut. Tim kreatif penampilan Lady Gaga berhasil melihat ‘peluang’ dari keresahan remaja yang ada tentang tatanan agama dan norma masyarakat. Seakan-akan dalam setiap tata panggung dan aksinya, Lady Gaga menawarkan sebuah cerita pelepas dahaga.
Mengapa seorang Stefani Joanne Angelina Germanotta menerima ide dari tim kreatif yang membuat dirinya tampil seperti ini? Tentu saja banyak sebabnya, salah satunya adalah ambisi menjadi bintang pop di belantara music dunia, dan dia menerima tawaran untuk menjadi ‘Mother Monster’, yaitu merek yang disematkan pada dirinya. Dan itu setidaknya membalas akan masa lalunya ketika ia dilecehkan dan tidak dilirik oleh banyak orang karena kondisi wajah yang tidak cantik.

Dalam dunia Seni dan Marketing, lirik lagu – aksi panggung – performa baju adalah sebuah hasil kerjasama dan pemikiran keras dari tim kreatif, bukan hasil seorang diri dari sang penyanyi. Dari sisi Lady Gaga, sang tim kreatif dari managementnya memang akan menampilkan sosok controversial dalam aksi panggung musiknya.
Dari sisi keberhasilan Branding dan Positioning Market, maka secara keseluruhan Lady Gaga adalah tim yang sukses membawa sebuah ciri tersendiri sehingga laris manis di pasaran. Larisnya music-musik Lady Gaga bukan karena ia penganut setan, namun karena ia mau menerima tawaran untuk mem-branding dirinya menjadi berbeda dari pasar yang pernah ada.

Sayangnya memang, bahwa Branding yang diusung dan Positioning yang ia tempati tidak mudah diterima oleh kalangan fanatic agama. Artinya memang bila para remaja yang belum mempunyai nalar berpikir dan bijaksana, ia akan seperti diberi angin untuk menjadi bebas. Bebas bukan seperti Lady Gaga, namun bebas seperti persepsinya sendiri terhadap kebebasan yang selama ini didambakan.

Music dan lirik yang dinyanyikan Lady Gaga, aksi panggung dan busana  yang ia kenakan, memang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pemuja setan. Semua adalah hasil dari proses kreatif dan branding yang diusung dengan konsekuensi tertentu. Tentu saja kita ingat pada waktu munculnya group music Black Sabbath  yang hampir mirip aksi panggung kontroversialnya pada jaman itu, dengan kostum yang dipersepsikan sebagai setan.

Tentu saja ini adalah pilihan ketika kita memutuskan untuk membuat personal branding dan menempatkan posisi kita di area keahlian kita. Melihat kesuksesan Lady Gaga dalam branding & positioning, kita dalam menggali keahlian kita juga dapat mengambil jalur controversial. Dan itu sah-sah saja dalam marketing. Dengan syarat bahwa kita akan menanggung semua konsekuensi ataupun tuduhan-tuduhan yang tidak dilakukan dan hanya Karena persepsi yang berkembang. Setidaknya itulah merek yang secara sadar kita ambil dan kita sematkan pada diri kita.

Sangat kerdil sekali ketika kita berpendapat bahwa kesuksesan Lady Gaga adalah bantuan dari setan. Masanya terkumpul sekian banyak, bahkan follower twitter sang Mother Monster ini melebihi follower dari Barack Obama, Presiden Amerika Serikat. Banyaknya masa yang mengikuti lagu-lagu Ladi Gaga ini juga dituduh sebagai bantuan sang Setan!
Bila pendapat diatas yang kita yakini, artinya ada sebuah kekuatan yang bisa mengalahkan kekuatan Tuhan dan telah menempatkan bahwa Tuhan punya tandingan di alam semesta ini.

Sekali lagi, bahwa kesuksesan Lady Gaga adalah kesuksesan tim dan hasil yang ia tampilkan baik dari lirik lagu, arransemen music, gaya panggung, perfoma baju, adalah sebuah identitas yang disematkan untuk alasan marketing.

“Seni adalah sebuah ruang yang tidak bisa dinilai dengan angka-angka, ataupun dengan Benar dan Salah. Untuk itu, dalam seni hanya ada dua kata yang mengikuti yaitu suka atau tidak suka

Agung Webe

No comments: