Kramadangsa diperkenalkan oleh Ki Ageng Suryomentaram yaitu putera dari Sultan Hamengkubuwono ke VII
Bila dalam NLP dikenal istilah ‘disasosiasi’, yaitu kita melihat diri kita dari sebuah jarak tertentu berada dalam sebuah situasi. Maka Ki Ageng dalam Kramadangsa berbicara hal yang sama. Dalam Kramadangsa Ki Ageng Suryomentaram (KAS) mengenalkan hal ini sebagai ‘tukang catat’ dan yang ‘dicatat’
Coba anda renungkan kembali, mengapa ketika anda diminta menyelesaikan masalah orang lain, akan tampak mudah? Sedangkan ketika anda menyelesaikan masalah sendiri seakan buntu tidak ada jalan keluar?
Karena saat kita menyelesaikan masalah orang lain, kita berdiri terpisah dari masalah tersebut. Sedangkan ketika masalah itu adalah masalah kita, kita terperangkap dan menjadi satu dengan masalah tersebut.
KAS selalu memberikan contoh dalam Kramadangsa bahwa ‘aku dudu aku’ yaitu saya bukan saya. Saya ada sebagai juru catat, dan saya ada sebagai catatan itu sendiri. Dalam Kramadangsa terbagi menjadi 4 bagian besar, yang dinamakan Dimensi, yaitu:
- Dimensi I : bahasa KAS adalah ’juru catat’, yaitu dimensi fungsi dan kesadaran personal aspek fisikal. Dalam dimensi ini manusia akan mempersepsikan segala hal.
- Dimensi II: adalah hasil ’catatan’, yaitu dimensi tindakan yang berasal dari catatan di dimensi I / tindakan hasil dari persepsi.. ini adalah wilayah fungsi Emosi.
- Dimensi III: adalah ’tukang pikir’, yaitu dimensi kesadaran personal dalam fungsi kognisi. Disini KAS mengatakan bahwa manusia punya fungsi pikiran. Yaitu dalam tindakannya manusia tidak saja menuruti dorongan catatan emosi, tetapi juga mempertimbangkan pikiran rasional.
- Dimensi IV: yaitu fungsi intuisi, alat untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Dalam dimensi ini, disamping seseorang mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain, juga mampu merasakan dan memahami kekurangan dan kesalahan diri sendiri.
Bagaimana teknik disasosiasi dalam Kramadangsa?
Bila kita sudah berperan sebagai juru catat, maka kita akan melihat segala macam catatan dan memahami bahwa kita bukanlah catatan itu sendiri, sehingga kita bisa mengambil jarak dari apa yang kita catat.
KAS memberikan contoh dengan permasalahan pribadi hubungan rumah tangga antara suami dan istri. Ketika suami marah-marah karena ia menganggap ada masalah dengan istrinya, bila ia mengalami asosiasi (terikat dengan masalah) maka ia tidak akan bisa melihat masalah dari sisi istrinya. Ia akan selalu melihat masalah dari dirinya sendiri karena ia tidak berlaku sebagai juru catat yang mencatat catatan masalah tersebut.
Disini KAS menyebutkan: “perselisihan-perselisihan yang disebabkan karena orang sering keliru dalam menghayati rasa orang lain”
Cobalah keluar dari diri anda dan menjadi diri orang lain dalam memandang anda (melihat catatan dari sang juru catat), inilah yang dinamakan disasosiasi atau mengambil jarak dengan diri sendiri.
Teknik Kramadangsa ini sederhana:
• Bila menjumpai masalah seperti di atas atas diri anda, maka masuk ke Dimensi I, yaitu anda sebagai juru catat. Anda menyadari bahwa anda punya persepsi atas segala hal.
• Lanjutkan masuk ke Dimensi II, yaitu melihat hasil catatan atas persepsi anda.
• Masuk ke Dimensi III, Disini anda keluar dari diri anda dan melihat diri anda dari sudut orang lain yang memandang anda.
• Kemudian anda menemukan ‘jalan simpang tiga’, yaitu merupakan fungsi dan tingkat pengintegrasian pribadi.
• Masuk ke Dimensi IV, yaitu fungsi intuisi, alat untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Dalam dimensi ini, disamping seseorang mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain, juga mampu merasakan dan memahami kekurangan dan kesalahan diri sendiri.
Dengan Kramadangsa kita bisa keluar dari diri kita dan melihat apa yang kita masalahkan dari sudut pandang orang yang kita hadapi, sehingga kita bisa menghayati rasa orang lain.
Salam hormat untuk Ki Ageng Suryomentaram!
Dan seluruh penghayat Kaweruh jiwa Kramadangsa
Agung webe
No comments:
Post a Comment