Seekor anak burung yang sejak bayi terpisahkan dari sekawanan keluarga burung yang melahirkannya kini dipelihara oleh sekawanan ayam. Ia hidup seperti ayam, makan seperti ayam dan berlaku seperti ayam. Setiap hari ia berkumpul dengan komunitas ayam.
Suatu hari anak burung yang berlaku seperti ayam ini sedang mengamati awan. Ia melihat ada sesuatu yang melayang di atas sana.
"Oh, apakah itu?" Tanya anak burung kepada ayahnya, yaitu seekor ayam.
"Itu adalah burung anakku."
"Apakah burung itu ayam seperti kita juga?"
"Bukan. Burung itu adalah makhluk yang bisa terbang di angkasa."
"Oh, enak sekali burung itu. Tubuhnya ringan dan bisa menjelajah awan."
Lama sekali anak burung tersebut mengamati sekawanan burung yang sedang berputar-putar di awan. Mereka menari dan bernyanyi merayakan kegembiraannya.
Pada suatu hari anak burung itu sedang mencari makan di sebuah bukit. Tiba-tiba ia bertemu dengan burung dewasa yang baru saja mendarat dari terbangnya.
"Hai. Apakah engkau adalah burung yang dengan gagahnya saya lihat berputar-putar di angkasa tadi?"
"Ya. Mengapa engkau bertanya seperti itu?"
"Aku ingin bisa terbang sepertimu."
"Kamu pasti bercanda. Kamupun bisa terbang seperti aku."
"Aku? Terbang seperti kamu?"
"Ya, cobalah meloncat dari tebing bukit ini. Engkau tidak akan jatuh, engkau akan melayang seperti aku."
"Tidak! Kamu pasti menipuku. Aku akan jatuh bila melompat dari tebing ini dan mati."
"Cobalah nak!"
"Tidak! Tidak!"
Anak burung tersebut ketakutan dan gemetar tubuhnya melihat tebing yang curam. Ia memegang tangan burung dewasa yang menyuruhnya melompat tadi.
"Aku takut! Aku tidak bisa terbang seperti kamu! Aku takut!
"Oh.. Jadi aku tahu masalahnya selarang."
Burung dewasa tersebut kemudian mengajak anak burung kecil itu menjauh dari tebing. Mereka kemudian duduk di bawah pohon yang melindungi mereka dari sengatan sinar matahari.
"Mengapa kamu menyuruhku untuk melompat tadi?"
"Aku baru tahu kalau kamu punya masalah."
"Apa masalahku?"
"Kamu takut!"
"Jelas aku takut! Aku seekor ayam dan kamu suruh melompat dari tebing tinggi. Aku bisa mati jatuh karena seekor ayam tidak bisa terbang seperti para burung."
"Kamu tidak bisa terbang karena 'ketakutanmu' itu."
"Aku tidak paham!"
"Aku akan menuntunmu untuk memahami mengapa engkau takut. Tapi ada syaratnya."
"Apa syarat itu?"
"Pertama, kamu harus punya keinginan dan kemauan untuk mengetahui 'mengapa' engkau takut. Tanpa keinginan dan kemauan itu semua pengetahuan menjadi percuma, dan hanya akan menjadi sampah di kepalamu."
"Ya, aku punya keinginan dan kemauan untuk mengetahui rasa takutku."
"Kedua, kamu harus mau untuk mendengarku."
"Kenapa?"
"Hanya dengan kemauan untuk mendengarkan orang lainlah kita akan berkembang dan maju."
"Sungguh, aku mau mendengarmu."
"Ketiga..."
Mereka diam sejenak. Anak burung itu penasaran dengan burung dewasa yang bijaksana itu.
"Apa yang ketiga? Aku tidak sabar menunggu."
"Yang ketiga.. Kamu harus mempraktekkan semua langkah yang kamu pelajari. Tanpa praktek semua hanya akan menjadi barang museum yang mengendap tidak berguna."
"Aku siap dengan semua itu! Kapan kita akan mulai?"
"Kamu terlihat penasaran sekarang. Apa yang mendorongmu menjadi penasaran seperti ini?"
"Keyakinanmu bahwa aku bisa terbang!"
"Mengapa keyakinanku?"
"Kamu adalah burung yang akan mengajari aku untuk terbang. Kalau kamu tidak yakin, bagaimana dengan aku? Aku melihat keyakinanmu dan itu menulari aku!"
"Mari kita mulai nak..."
"Saya siap guru!"
"Hai. Apakah engkau adalah burung yang dengan gagahnya saya lihat berputar-putar di angkasa tadi?"
"Ya. Mengapa engkau bertanya seperti itu?"
"Aku ingin bisa terbang sepertimu."
"Kamu pasti bercanda. Kamupun bisa terbang seperti aku."
"Aku? Terbang seperti kamu?"
"Ya, cobalah meloncat dari tebing bukit ini. Engkau tidak akan jatuh, engkau akan melayang seperti aku."
"Tidak! Kamu pasti menipuku. Aku akan jatuh bila melompat dari tebing ini dan mati."
"Cobalah nak!"
"Tidak! Tidak!"
Anak burung tersebut ketakutan dan gemetar tubuhnya melihat tebing yang curam. Ia memegang tangan burung dewasa yang menyuruhnya melompat tadi.
"Aku takut! Aku tidak bisa terbang seperti kamu! Aku takut!
"Oh.. Jadi aku tahu masalahnya selarang."
Burung dewasa tersebut kemudian mengajak anak burung kecil itu menjauh dari tebing. Mereka kemudian duduk di bawah pohon yang melindungi mereka dari sengatan sinar matahari.
"Mengapa kamu menyuruhku untuk melompat tadi?"
"Aku baru tahu kalau kamu punya masalah."
"Apa masalahku?"
"Kamu takut!"
"Jelas aku takut! Aku seekor ayam dan kamu suruh melompat dari tebing tinggi. Aku bisa mati jatuh karena seekor ayam tidak bisa terbang seperti para burung."
"Kamu tidak bisa terbang karena 'ketakutanmu' itu."
"Aku tidak paham!"
"Aku akan menuntunmu untuk memahami mengapa engkau takut. Tapi ada syaratnya."
"Apa syarat itu?"
"Pertama, kamu harus punya keinginan dan kemauan untuk mengetahui 'mengapa' engkau takut. Tanpa keinginan dan kemauan itu semua pengetahuan menjadi percuma, dan hanya akan menjadi sampah di kepalamu."
"Ya, aku punya keinginan dan kemauan untuk mengetahui rasa takutku."
"Kedua, kamu harus mau untuk mendengarku."
"Kenapa?"
"Hanya dengan kemauan untuk mendengarkan orang lainlah kita akan berkembang dan maju."
"Sungguh, aku mau mendengarmu."
"Ketiga..."
Mereka diam sejenak. Anak burung itu penasaran dengan burung dewasa yang bijaksana itu.
"Apa yang ketiga? Aku tidak sabar menunggu."
"Yang ketiga.. Kamu harus mempraktekkan semua langkah yang kamu pelajari. Tanpa praktek semua hanya akan menjadi barang museum yang mengendap tidak berguna."
"Aku siap dengan semua itu! Kapan kita akan mulai?"
"Kamu terlihat penasaran sekarang. Apa yang mendorongmu menjadi penasaran seperti ini?"
"Keyakinanmu bahwa aku bisa terbang!"
"Mengapa keyakinanku?"
"Kamu adalah burung yang akan mengajari aku untuk terbang. Kalau kamu tidak yakin, bagaimana dengan aku? Aku melihat keyakinanmu dan itu menulari aku!"
"Mari kita mulai nak..."
"Saya siap guru!"
No comments:
Post a Comment