Kunjungi pula Situs Utama dan foto training Agung Webe

Agung Webe, penulis buku motivasi dan trainer pemberdayaan diri

Saturday, October 29, 2011

BUDHA – Sunday reflection 1 ( Intelektualitas warna negara yang dikebiri pemerintah )

Saya beri judul tulisan ini BUDHA, karena mamang banyak Budha di Indonesia, yaitu mereka yang sudah terjaga, mereka yang genius, mereka yang melihat masa depan yang gemilang.

Sudah banyak dan mungkin malah terlalu banyak orang-orang yang menyerukan ‘kemuliaan’ di dunia ini. Banyak guru, banyak pembicara, banyak buku yang beredar dan bisa dinikmati warga dunia dengan bebas. Namun mengapa dunia masih penuh dengan perselisihan, masih penuh dengan perang dan saling rebut kekuasaan?

Indonesia adalah salah satunya. Puluhan bahkan ratusan buku pemberdayaan diri, tak terhitung juga para guru, para motivator, para penyampai pesan keindahan yang setiap saat bisa kita jumpai di berbagai media yang ada.
Namun mengapa Indonesia masih saja menjadi surga yang sangat indah bagi para penjahat dunia?

Apa yang salah? Apakah ada yang salah? Para guru itukah yang salah dengan metodenya sehingga hanya nampak enak di muka saja? Atau memang lingkungan yang sudah sedemikian parah?
Apapun profesi yang digeluti oleh semua anak bangsa, mereka hanyalah pelaku. Mereka hanya melakukan hal yang terbaik di bidang mereka. Selebihnya yang tentu saja lebih menentukan adalah para penentu keputusan, para anggota dewan Eksekutif - legislative, para anggota pemerintahan.
Banyak potensi anak bangsa yang terus terang sudah ‘dikebiri’ oleh pemerintah maupun lembaga dengan bendera wadah penelitian nasional, dengan alasan klasik yaitu dana! Banyak mahasiswa Indonesia yang lari ke Luar negeri dengan berbagai macam alasan, mulai dari materi, dukungan penelitian, dan hak perlindungan intelektual. Semua itu menjadi sah dan hak masing-masing individu karena lingkungan tempat mereka tinggal memang sangat tidak kondusif bagi perkembangan mereka.

Apa yang terjadi di Indonesia? Rebutan kekuasaan yang tidak ada hentinya, pengambilan keuntungan bagi perusahaan keluarga dan antek-anteknya, penetapan RUU yang tidak urgent, bahkan sangat disayangkan ikut kontes 7 keajaiban dunia! Untuk apa pengakuan? Tadinya saya juga ikut VOTE KOMODO, namun kalau memang tempat kita indah, dan tertata, maka ‘kumbang’ akan datang kepada bunga tanpa bunga melakukan iklan keindahannya.
VOTE KOMODO memperlihatkan kebodohan sebagaian besar kita, yang seharusnya bahwa untuk menentukan 7 keajaiban dunia harus dilakukan oleh tim ahli independent untuk survey tempat, bukan didasarkan atas banyaknya vote.

Sebuah kenyataan yang saya terima dari teman koresponden saya di Zurich, Swiss.
Perkumpulan mahasiswa Msc dan Phd di Zurich selalu melakukan perkumpulan berkala untuk berdiskusi tentang masalah dan masa depan mereka ( Indonesia ). Beberapa diantara mereka orang-orang genius dengan karya cemerlang yang tidak dihargai di negeri sendiri.

Salah satu diantara mereka adalah anak genius yang pernah satu-satunya menjadi juara fisika Indonesia. Karena kejuaraan fisika tersebut, sebelumnya dia ditawari beasiswa dari MIT (Massachusetts Institute of Technology ) semacam ITB kalo di Indonesia, dengan syarat dia harus pindah warna negara Amerika. Saat itu dia masih berpikir Nasionalis dan tetap mempertahankan status WNI sehingga beasiswa tersebut ditolak!
Dalam penelitian skripsi terakhirnya, dia merancang jembatan yang mudah di rekonstruksi ketika ada bencana terjadi. Saat itu dia sudah mengajukan dana ke universitas tempat dia kuliah di Indonesia, namun di tolak. Kemudian dia mengajukan dukungan ke salah satu lembaga pusat penelitian Indonesia. Itupun ditolak dengan alasan bahwa rancangan teknologinya mustahil!

Suatu hari mahasiswa ini diundang untuk berbicara dalam satu acara seminar sains Indonesia yang diadakan oleh salah satu universitas terbesar di Indonesia, dan saat itu hadir seorang professor dari universitas negeri Jiran.
Professor tersebut tertarik dengan penelitian sang mahasiswa!
Akhirnya professor tersebut menawarkan beasiswa sekaligus double degree guna dapat menyelesaikan penelitiannya disana. Karena status WNI tidak menjadi syarat utama, maka peluang emas tersebut diambilnya, walaupun tetap ada syarat timbal balik, yaitu royalty 80% dari hasil penelitian diperuntukkan bagi universitas tempat dimana professor tersebut mengajar.
Setelah penelitian tersebut selesai kemudian dipatenkan. Jepang akhirnya membeli teknologi jembatan tersebut, demikian pula dengan Indonesia!

Bayangkan bahwa teknologi tersebut adalah hasil dari pemikiran mahasiswa Indonesia, yang ditolak dukungan penelitiannya oleh Universitas dan lembaga penelitian Indonesia, kini Indonesia membelinya yang royalty 80% masuk ke Negara tetangga.

Selain jembatan tersebut, ada penelitian lagi yang dia kontribusikan bagi universitas itu, yaitu sebuah alat yang terbuat dari karbon yang mampu menyerap partikel-partikel debu dari udara. Inipun sudah menjadi hak paten dari  universitas yang mendanai penelitiannya.
Bahkan mahasiswa ini ditawarkan untuk melanjutkan S3 di Inggris dengan syarat kembali menjadi dosen di universitas tersebut.
Kita bersyukur bahwa mahasiswa ini sampai sekarang masih mempertahankan status WNI yang kita harapkan dapat berkontribusi bagi Indonesia nantinya.

Penelitian terakhir yang sangat canggih lagi yang sedang berlangsung adalah sebuah alat remote control yang dapat mengendalikan udara! ( hak paten siapa? Aduuhhh sedihnya )

Banyak sekali Budha yang lahir di Indonesia. Saya gunakan kata Budha karena merujuk kepada arti ‘dia yang sudah terjaga
Bukan hanya pada sisi teknologi, namun pada sisi motivasi pemberdayaan diri dan pengembangan sumber daya manusia. Banyak sekali yang memakai trade mark luar negeri yang entah disadari atau tidak tetap akan menguntungkan pihak luar. Berbagai sertifikat dan pengakuan yang terlihat membanggakan dirinya ketika dinyatakan bahwa dia adalah sertifikasi dari Amerika, Eropa, atau Australia.
Kapan kita bangga akan Indonesia, kapan kita akan memulai memajukan Indonesia, kapan kita memunculkan para genius asli Indonesia?
Walaupun saya sadar bahwa belum ada dukungan dari pemerintah dari sisi apapun tentang intelektualitas ini ( entah yang kalian pikirkan ini apa sih pemerintah? RUU? Kekuasaan turunan anda? Atau anak cucu supaya dapat duduk sebagai pimpinan perusahaan besar? )

Sungguh sangat sangat disayangkan apabila akan banyak orang-orang genius yang lari dari Tanah Air hanya karena pemerintahnya tidak memberikan dukungan dalam bentuk apapun, meskipun hasilnya adalah untuk Negara Indonesia.
Mari kita bertindak! Dari hal yang paling kecil dan paling sederhana!

Salam Indonesia Mercu Suar Dunia 2025!
Agung Webe

No comments: