Kunjungi pula Situs Utama dan foto training Agung Webe

Agung Webe, penulis buku motivasi dan trainer pemberdayaan diri

Sunday, November 16, 2014

BAHASA KLAKSON

Indonesia yang kaya akan budaya, terdiri dari berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Bahasa di tanah Jawa saja sudah bermacam-macam. Belum Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya.
Memahami bahasa akan memahami manusia dalam budaya tersebut sehingga dengan memahami bahasa seseorang akan dapat memahami kehidupan itu sendiri.

Namun ada satu bahasa yang sampai saat ini sangat sulit saya pahami, yaitu bahasa Klakson.
Berapa kalikah anda mendengarkan klakson di jalan setiap harinya?

Saya pernah melakukan perjalanan dari Amsterdam menuju Luxembourg dengan jalan darat. Dan perjalanan selama 5 jam itu saya tidak mendengarkan klakson sama sekali! Apakah bahasa klakson disana tidak dimengerti?
Kemudian saya membandingkan perjalanan saya dari rumah menuju ke pintu tol yang jaraknya hanya 3 km. Apa yang terjadi? Dengan jarak hanya 3 km saya bisa mendengarkan bunyi klakson lebih dari sepuluh kali.

Bila di jalan raya di negeri ini begitu banyak bunyi klakson, sebenarnya apa yang ingin mereka sampaikan?

Pada waktu saya mengunjungi pasar barang bekas mobil di Tokyo Jepang, penunggu pasar tersebut dapat berbicara bahasa Indonesia. Pada saat ia menawarkan barang-barang bekas dari mobil yang akan didaur ulang, penunggu yang bisa berbahasa Indonesia tersebut bilang, “Klakson masih bagus, jarang dipakai”
Tadinya saya tidak ‘ngeh’ dengan apa yang dikatakannya, namun setelah saya tahu bahwa penunggu itu pernah lama di Jakarta, baru saya ‘ngeh’ bahwa dia sedang membandingkan mobil di Jakarta dengan mobil di Jepang. Ya, mobil di Jakarta klaksonnya sering dipakai, sedangkan mobil di Jepang memang jarang dipakai.

Kembali kepada orang yang sering membunyikan klaksonnya.
Kalau saya, klakson akan saya bunyikan untuk memberikan peringatan yang penting. Seperti mobil didepan saya terlihat sedikit oleng yang mungkin sopirnya ngantuk.
Nah ini, saya sering melihat ada mobil yang antri dan dia membunyikan klakson untuk mobil depannya sebagai isyarat agar cepat jalan, padahal mobil depannya juga terjebak macet antrian dari deretan mobil depannya lagi.

Akhirnya bahasa klakson saya pahami sebagai bahasa emosional.
Begitu banyak manusia yang emosinya tinggi, tidak stabil, gelisah dan cemas dalam hidupnya. Budaya antri ingin diterabas seolah-olah dirinya sendiri yang mempunyai kepentingan mendesak.
Coba kita lihat di lampu merah perempatan jalan. Ada tiga lampu yaitu merah, kuning, dan hijau. Kita semua tahu bahwa merah adalah berhenti. Kemudian kuning bersiap-siap dan hijau jalan. Namun apa yang terjadi? Lampu baru menyala kuning dan akan berganti hijau, namun klakson dari mobil-mobil di deretan belakang sudah berbunyi. Saya rasa deretan mobil paling depan juga tahu bahwa hijau adalah jalan.

Apakah bahasa klakson perlu dimasukkan ke dalam mata pelajaran bahasa di sekolah dasar? Sehingga manusia yang menggunakan klakson tahu kapan, fungsi, dan kegunaan dari klakson?

Salam Tut Tut!
                                                                                                                      

No comments: