Kunjungi pula Situs Utama dan foto training Agung Webe

Agung Webe, penulis buku motivasi dan trainer pemberdayaan diri

Thursday, June 6, 2013

Inikah wajah dan attitude pejabat di Indonesia? – "berkaca dari kasus Pemukulan Pramugari oleh seorang Pejabat Daerah"

Siang tadi, beberapa tag berita mampir di facebook saya, dengan berita yang sama, yaitu pemukulan Pramugari oleh seorang pejabat daerah yang diduga sang Pejabat tersinggung saat diperingatkan untuk mematikan handphonenya ketika pesawat akan tinggal landas.
Setelah saya browsing di kompas.com, maka disana ditulis jelas bahwa nama pejabat terebut adalah Zakaria Umarhadi yang menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Daerah Provinsi Bangka Belitung.
Dalam hal ini, pembelaan sementara dari Zakaria Umarhadi mengatakan bahwa Pramugari memperlakukannya dengan tidak sopan dan pada saat terakhir akan turun Zakaria kembali memperingatkan namun disambut tidak ramah oleh pramugari.

Dari sisi Forensic, kejadian tersebut memang harus ditinjau ulang dari beberapa segi dan rentetan kejadian yang ada. Namun yang menjadikan peristiwa ini sangat memalukan dengan apapun alasan yang ada adalah, seorang pejabat telah melakukan pemukulan!
Apapun alasan yang dikemukakan oleh Zakaria, tidak sepantasnya dirinya melakukan pemukulan atas nama apapun juga.

Dari sini, walaupun hal ini tidak dapat dijadikan barometer, namun setidaknya kita dapat bertanya, inikah wajah dan attitude pejabat di Indonesia? Pejabat  yang gampang tersinggung? Pejabat yang gampang emosi? Pejabat yang gampang mencari kambing hitam? Pejabat yang ringan tangan untuk memukul?
Coba bayangkan apabila pejabat dengan attitude seperti ini memegang pucuk kendali sebuah instansi penting kenegaraan? Sudah berapa banyak musuh kenegaraan yang tercipta hanya karena emosi yang tidak tertahan seperti ini?

Satu hal lagi yang membuat saya miris adalah alasan Zakaria di kompas.com yang tertulis bahwa, “Penumpang adalah raja dan tidak semestinya diperlakukan demikian
Saya pribadi jadi bertanya, apa arti penumpang adalah raja bagi Zakaria? Apakah dengan kata ‘raja’ maka ia berkuasa untuk dapat melakukan apa saja, bebas bertindak tanpa aturan, dan dapat menghukum siapa saja dengan kuasa raja?
Beberapa kasus yang sempat saya ketahui dari para pejabat yang berada di atas pesawat, (sekali lagi bahwa ini bukanlah generalisasi dan tidak semua pejabat demikian adanya), para pejabat yang tidak mempunyai attitude bagus seringkali mengabaikan perintah pramugari. Bahkan sebagaian besar tidak mengganggap keberadaan pramugari. Bagi mereka yang tidak menganggap keberadaan pramugari di atas pesawat karena ‘mind set’ mereka mengatakan bahwa pramugari hanyalah penyaji makan dan minum. Padahal keberadaan pramugari yang utama di atas pesawat adalah sebagai sorang safety trainer.
Kembali kepada  cerminan pejabat di Negara kita.
Tidak hanya attitude terhadap respon atas tindakan orang lain, namun juga sikap terhadap uang dan kekayaan, pandangan terhadap ‘seks’ dan perselingkuhan. Dimana hal tersebut sudah kita saksikan buktinya lewat media yang berhasil menguak itu semua.

Penguasaan atas emosi pribadi, dan respon dengan pikiran jernih atas apapun kejadian yang dialami tentu saja menjadi pelajaran penting bagi Zakaria ke depan. Kekecewaan bukanlah dilampiaskan dengan ‘tonjokan’ atau sentuhan kasar tangan terhadap orang lain. Bagi jiwa mulia, apalagi sebagai bangsa Nusantara yang mengedepankan sopan santun dan ‘tepa slira’, maka ungkapan kekecewaan atau kekesalan dapat dilakukan dengan lebih ‘ksatria’ dan lebih cerdas!
Apalagi apabila seorang Pramugari memang tidak berlaku sopan, atau memang benar meremehkan penumpangnya, maka penumpang akan dengan gampang menulis kertas ‘complain’ dengan bukti yang ada untuk segera dilayangkan kepada management perusahaan tersebut.
Respon Zakaria, sekali lagi merupakan cermin yang berkali-kali disodorkan oleh alam semesta kepada manusia Indonesia umumnya, ‘dimanakah attitude timur yang menjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan rasa welas asih?’
Apakah manusia Indonesia terutama mereka yang duduk di tampuk jabatan pemerintahan sudah jauh dari rasa welas asih ini? Apa yang mereka pikirkan? Apakah mereka hanya memikirkan kekayaan pribadi, keuntungan pribadi?

Kata Ronggo Warsito, “sak bejo-bejone manungso, iyokuwi sing tansah eling lan waspodo” – manusia yang beruntung adalah manusia yang selalu sadar dan selalu waspada.
Bila kita masih memegang prinsip welas asih, maka kita tidak akan takut untuk tidak ‘kebagian jatah’ apabila kita tidak ikut menjadi gila tindakan. Dengan prinsip welas asih maka kita selalu sadar dan waspada sehingga kita akan menjadi manusia yang beruntung dan bahagia.

No comments: