Seseorang
dalam hidupnya telah berganti-ganti agama dan semua agama pernah ia anut,
bahkan pernah pula tidak beragama. Alasannya sederhana yaitu dia
tidak nyaman dengan Tuhan dalam agama tersebut. Hidupnya dinilai tidak
nyaman karena Tuhannya tidak memberikan kenyamanan baginya. Alih-alih
kenyamanan, bahkan Tuhan yang ia cari dalam agama-agama tersebut tidak pernah
menolongnya. Itu menurutnya.
Ia
berharap bahwa Tuhan yang ia cari secepatnya ia temukan, yaitu Tuhan yang
memberikan ia rasa nyaman. Ternyata Tuhan yang ia temui adalah Maha Cerewet,
Maha menegur, dan Maha bawel. Sedikit-sedikit langkahnya diberi peringatan oleh
Tuhan. Peristiwa kemalangan, kesedihan, kekecewaan, kegalauan, yang selama ini
hadir ia anggap adalah ulah Tuhan Yang Maha Bawel dan Maha Cerewet. Karena hal
diatas maka orang tersebut berganti-ganti agama hanya karena ia berharap bertemu
Tuhan yang memberikan ia rasa nyaman.
Berkaca
dari pengalaman orang yang mencari Tuhan untuk kenyamanan dirinya, maka saat ia
menemukan Tuhan yang memberikan rasa nyaman maka ia akan berada dalam agama
tersebut untuk waktu dimana egonya merasa nyaman. Kemudian disaat Tuhannya
menegurnya dan hal tersebut mengusik kenyamanannya, maka ia akan mengumpat
Tuhannya dan bahkan meninggalkan Tuhan tersebut dan mencari Tuhan di agama lain
yang dapat memberikan ia rasa nyaman.
Benarkah
Tuhan memberikan rasa nyaman?
Meminjam
istilah Jawa kuno, bahwa Tuhan itu 'koco pangawikan pribadi' maka
Tuhan merupakan kaca bercermin bagi seseorang. Tuhan tidak pernah memberikan
rasa nyaman, kecuali manusia itu sendiri yang telah menemukan lewat cermin
pribadinya.
Bahkan Tuhan akan terus membakar ego manusia agar manusia dalam bercermin tidak tertutup oleh egonya sendiri. Semakin manusia dekat dengan Tuhan, maka bukannya semakin nyaman, melainkan semakin terbakar dan terkikis egonya. Hanya dengan membakar dan mengikis ego maka manusia dapat bercermin dengan jernih sehingga ia menemukan rasa nyaman itu dalam dirinya sendiri.
Bahkan Tuhan akan terus membakar ego manusia agar manusia dalam bercermin tidak tertutup oleh egonya sendiri. Semakin manusia dekat dengan Tuhan, maka bukannya semakin nyaman, melainkan semakin terbakar dan terkikis egonya. Hanya dengan membakar dan mengikis ego maka manusia dapat bercermin dengan jernih sehingga ia menemukan rasa nyaman itu dalam dirinya sendiri.
Kalau
Tuhan selalu memberikan rasa sejuk dan nyaman, maka manusia akan lalai dan
lupa. Manusia akan enak tidur-tiduran tidak beranjak dari tempat tidur karena ter-ninabobokkan
oleh rasa nyaman. Manusia akan jalan ditempat. Tuhan ibarat 'amplas' yang akan menghaluskan kayu
dari benjolan-benjolan yang tidak bagus. Saat 'amplas' itu difungsikan jelas akan menggesek bagian ego dan akan
terasa sakit.
Namun hasilnya adalah kayu yang indah!
Akankah
seseorang berganti-ganti agama hanya karena mencari Tuhan yang memberikan rasa
nyaman?
Menghindari
sifat Tuhan Yang Maha Menegur, Maha Bawel, Maha Ngomel?
Ataukah kita menyadari bahwa proses 'amplas' terhadap ego yang dilakukan oleh Tuhan merupakan cara Tuhan menghasilkan Maha Karya terbaiknya?
Ataukah kita menyadari bahwa proses 'amplas' terhadap ego yang dilakukan oleh Tuhan merupakan cara Tuhan menghasilkan Maha Karya terbaiknya?
Apapun
itu, dengan hati yang penuh cinta, maka perlakuan apapun dari Tuhan akan kita
terima sebagai tamparan cinta. Dan reaksi kita atas peristiwa yang diberikan
Tuhan sangat tergantung dengan isi hati kita. Kita dapat bercermin, apakah hati
kita penuh cinta atau penuh benci? Mari kita lihat masing-masing atas reaksi
dari peristiwa yang hadir dalam hidup kita.
Dalam
artikel diatas, kata 'Tuhan' dapat anda ganti menjadi ‘Orang
tua’, 'Guru', Teman, atau Sahabat. Dan nama 'agama' dapat anda ganti
menjadi nama komunitas, yayasan, organisasi, kelompok atau tempat.
Selamat memaknai hidup dengan penuh cinta!
Love & Light Always
1 comment:
trimakasih pak Agung, pesan penuh makna...
Post a Comment