Bahkan perekrutan dari para pramugarinya juga benar-benar
dipilih dan merupakan yang terbaik dari yang dipunyai ‘singa’ sebelumnya.
Beberapa pelanggan si ‘biru’ yang bahkan telah menggenggam
platinum tergoda untuk mencobanya dan sekedar membuktikan adanya service yang
dijanjikan lebih baik.
Saya ambil contoh untuk penerbangan Jakarta ke Yogyakarta
yang hanya ditempuh dengan waktu 50 menit. Apabila anda menggunakan si ‘biru’
anda akan mendapatkan snack dan pilihan minuman, sementara apabila pesawat yang
digunakan menggunakan personal teve
maka headset sudah tersedia di
kantong kursi. Namun apabila anda menggunakan si ‘ungu’, maka pramugari akan
membagikan head set yang nantinya akan dikumpulkan kembali sebelum landing. Service
snack dan aneka minuman akan dilanjutkan dengan pemberian ice cream. Istimewa bukan?
Saya mencoba menerka: dengan waktu 50 menit dan penyajian
service yang demikian padat? Bagaimana para pramugari akan berkonsentrasi dalam
hal masalah
safety?
Si ‘ungu’ jelas akan menyuguhkan restoran terbang, dengan
suguhan service yang benar-benar layaknya berada di restoran. Seperti penerbangan
Jakarta ke Manado dengan waktu tempuh 3 jam dan service yang diberikan (untuk executive kelas) adalah ‘prasmanan’
dimana untuk si ‘biru’ service itu baru diberikan untuk jarak tempuh diatas 5
jam yaitu Jakarta ke Abudhabi atau dari Amsterdam ke Abudhabi.
Persaingan service adalah sah-sah saja dalam dunia bisnis
jasa penerbangan. Dan kembali kepada para pengguna jasanya, bahwa ia juga
berhak untuk memilih service yang masuk akal. Dalam dunia penerbangan, service
yang berkaitan dengan makanan memang bukanlah segala-galanya. Apalagi bagi
penumpang real executive. Para penumpang real executive memilih
untuk istirahat di dalam pesawat. Dia sengaja memilih kelas executive agar
dapat beristirahat dengan tenang karena begitu landing ia akan banyak melakukan
aktivitas di tempat tujuan. Urusan makan? Tentu saja ia akan memilih restoran
terpilih yang memang bertujuan untuk menikmati makanan.
Apabila dalam dunia penerbangan yang diutamakan adalah safety,
maka segala hal tentu akan mengacu kepada safety.
Dan bahkan service yang dibuat akan
tetap berorientasi kepada safety. Apabila para pramugari dalam sebuah pesawat
sudah terforsir dan terkuras perhatiannya untuk masalah service, maka ia akan
mengalami leg of safety, yaitu mengabaikan hal-hal kecil yang dapat mengakibatkan
hazard didalam penerbangan.
Sekali lagi, penerbangan bukanlah restoran terbang. Ada konsep
yang sangat berbeda antara restoran dan penerbangan. Dimana yang satu dalam
menjalankan service tidak pernah diganggu aktivitasnya oleh cuaca buruk,
sementara yang satunya sangat terpengaruh oleh kondisi cuaca yang ada.
Para pengguna jasa penerbangan di Indonesia memang biasanya
mengukur baik dan tidaknya service penerbangan dari ‘penyajian’ makanan yang
ada. Hal tersebut tidak dapat disalahkan, karena memang masih kurangnya
edifikasi tentang dunia penerbangan.
Dengan adanya si ‘ungu’ saat ini, kembali masyarakat
pengguna jasa penerbangan diberikan pilihan. Dengan demikian, memilih dengan
cerdas juga dibutuhkan. Satu hal yang harus kita ketahui bersama adalah bahwa
setiap pekerja penerbangan harus diberikan waktu untuk tetap ‘aware’ terhadap kemungkinan terjadinya hazard
selama penerbangan. Apabila pekerja penerbangan terforsir untuk menghadapi
service yang sangat padat, maka sangat mungkin sekali hazard-hazard
kecil yang dapat menyebabkan kecelakaan penerbangan lewat ia perhatikan dan
mengakibatkan kecelakaan fatal.
Anda ingin mencoba? Namun sebaiknya jangan bermain ular
tangga!
1 comment:
sisi lain yang dilihat, keren pak
Post a Comment