“Yo’i Coi”
“Emang gue pikirin”
Atau yang masih gress saat ini seperti “prikitiew”
Istilah-istilah seperti tersebut muncul spontan untuk memberikan ‘counter’ kalimat sebelumnya. Entah dari mana ide awalnya, namun kenyamanan seseorang mengucapkannya menjadikan istilah-istilah tersebut merebak seperti virus ganas.
Dari sekelompok orang yang kemudian latah sering mengucapkan word of mouth itu, kita kemudian bisa melihat tujuan dasar, karakter, ataupun sikap yang dibentuk dalam berkomunikasi.
Coba anda bayangkan, apabila dalam sebuah forum tukar pendapat kemudian salah satu teman anda banyak mengucapkan kalimat “Emang gue pikirin” ketika anda sedang memberikan pendapat anda. Apa yang terjadi?
Atau anda sedang menanyakan resep kepada seorang dokter tentang cara makan obat,
“Dokter, bila petunjuk dokter saya harus menghabiskan antibiotic ini, tapi kemudian saya lupa dan tidak memakan sampai habis, apa yang terjadi dok?”
“Kan sudah saya tuliskan secara jelas? Emang gue pikirin?”
Apa tanggapan anda terhadap dokter tersebut?
Beberapa hari lalu saya kembali membaca sebuah istilah Jawa lama yang dulu sering saya gunakan bermain waktu kecil bersama teman-teman, yaitu Embel Gedhes!
Embel gedhes menjadi menarik dan menjadi word of week yang sempat bertengger di peringkat satu status facebook minggu lalu.
Apa sih embel gedhes ini?
Dalam bahasa Jawa, secara umum kalimat ini memberikan arti MENIPU, TIDAK BENAR, MENGADA-ADA.
Dulu apabila kita sedang bermain dan ada salah satu teman yang membawa berita dimana sebagian kita tidak percaya, kita akan bilang, “Kowe iki pancen embel gedhes kok!” ( kamu ini memang nggak benar adanya! )
Dalam konteks keseharian, sedikit bercanda, dan dengan teman yang sudah akrab, kalimat embel gedhes bisa dan wajar diucapkan.
Seperti contoh, saya berbincang dengan teman yang sudah akrab dan sudah terjalin raport yang baik antara kita, kemudian teman saya mengungkapkan tentang Atlantis,
“Wah, ternyata Atlantis itu adalah Indonesia”
Saya bisa menjawab ketidak percayaan saya dengan istilah, “Embel Gedhes!”
Yang menarik disini, terkait dengan istilah embel gedhes yang muncul adalah bahwa istilah tersebut sering diucapkan oleh seorang pakar, doctor anthropologi kesehatan dan mantan dosen UI.
Apabila istilah tersebut dilontarkan untuk teman-teman dekat yang sudah akrab, mungkin ceritanya lain. Namun kali ini istilah-istilah tersebut juga dilontarkan untuk orang-orang yang baru pertama kali ber-interaksi dengannya.
Seorang pakar dengan jenjang akademik yang lumayan tinggi, istilah embel gedhes bukanlah sekedar istilah bercanda.
Ada kesedihan dan ada luka yang pernah dialami dengan istilah tersebut sehingga dirinya memposisikan diri selalu lebih tinggi dengan menganggap bodoh semua orang di depannya, terutama kepada mereka yang dibilang selalu memungut terapi buangan yang kemudian di-dagangkan!
Agung Webe, apakah anda marah kemudian tulisan ini diturunkan?
Saya bukan sekedar marah, namun juga heran tujuh keliling dengan maksud tersebut. Keheranan saya berkaitan dengan Indonesia,
Dan ini yang akan saya ceritakan ….
Tidak satupun dari kita yang tinggal di Indonesia yang tidak menginginkan Indonesia maju, apalagi menjadi mercu suar dunia.
Setiap anak bangsa mempunyai niat luhur untuk berperan memajukan bangsanya. Dalam perjalanan tersebut tentu saja ada individu atau sekelompok orang, baik di dalam negeri dan di luar negeri yang ingin memanfaatkan situasi untuk keuntungannya, atau malah menginginkan status quo dengan menjadikan Indonesia tetap sebagai Negara garis bawah.
Keinginan untuk kemajuan inilah yang sedang membara sehingga membawa kreatifitas dan inovasi yang bisa dikatakan liar dari sisi manapun juga.
Apakah keliaran ini adalah sebuah ancaman?
Bukan! Ini adalah energy yang meluap sebagai niat sumbang-sih kepada kemajuan yang ada. Sebagai saudara yang berada dalam satu bangsa, dengan sebuah visi kemajuan yang sama, kita bisa saling memperingatkan, bahu membahu dan saling membantu untuk menegakkan tiang yang hampir tumbang.
Indonesia bisa menjadi unik, dan tidak bisa disamakan dengan Negara manapun juga di dunia ini.
Hypnosis dan NLP tumbuh liar di Indonesia disebabkan karena kita mempunyai akar yang sama sejak berabad-abad silam. Di negeri barat pertumbuhan Hypnosis dan NLP tidak sebesar Indonesia, bukan karena mereka pandai, namun karena mereka tidak bisa memahami sepenuhnya arti dari trance yang menjadi basis tindakan.
Dulu, waktu para mpu kita dapat membuat keris, para pendatang dari barat yang mengetahui bahwa bahan keris terdiri dari campuran besi, nikel dan batu meteorit yang hanya dapat lebur dalam titik didih di atas 2000 derajad celicus, orang-orang barat itu juga bilang, “embel gedhes!”
Titik didih tersebut hanya dapat dicapai dengan pemanasan system oven, bukan tungku kayu!
para mpu kita tidak perduli dengan olok-olok bahwa pembuatan keris tidak ilmiah, mereka tetap memposisikan diri sebagai para praktisi yang terus mempraktekkan keahliannya. Hingga akhirnya para ahli dari barat mengeluarkan statement bahwa “Para mpu yang dapat meleburkan tiga jenis bahan tersebut adalah orang-orang yang memahami teknologi nuklir!”
Perkembangan Hypnosis dan NLP memang sangat pesat dan liar, sekali lagi ini karena didukung oleh pengetahuan dasar atau akar yang sama yang sudah mereka alami di lingkungan mereka, Nusantara!
Seharusnya kita bangga dengan hal ini, dengan apapun yang dikembangkan oleh anak bangsa yang mempunyai potensi menjadi mercu suar dunia. Dan tugas masing-masing dari kita adalah mendukung serta memberikan jalan yang kita tahu dari sisi kelimuwan kita masing-masing, bukan malah menentangnya kemudian menenggelamkan atas dasar ego akademik.
Indonesia akan dibawa kemana, apabila anda menganut paham embel gedhes? Dan semua yang dikatakan atau di lakukan oleh orang lain diluar komunitas anda adalah embel gedhes?
Salam cerdas Indonesia!
Agung Webe
http://www.agungwebe.net
“Dokter, bila petunjuk dokter saya harus menghabiskan antibiotic ini, tapi kemudian saya lupa dan tidak memakan sampai habis, apa yang terjadi dok?”
“Kan sudah saya tuliskan secara jelas? Emang gue pikirin?”
Apa tanggapan anda terhadap dokter tersebut?
Beberapa hari lalu saya kembali membaca sebuah istilah Jawa lama yang dulu sering saya gunakan bermain waktu kecil bersama teman-teman, yaitu Embel Gedhes!
Embel gedhes menjadi menarik dan menjadi word of week yang sempat bertengger di peringkat satu status facebook minggu lalu.
Apa sih embel gedhes ini?
Dalam bahasa Jawa, secara umum kalimat ini memberikan arti MENIPU, TIDAK BENAR, MENGADA-ADA.
Dulu apabila kita sedang bermain dan ada salah satu teman yang membawa berita dimana sebagian kita tidak percaya, kita akan bilang, “Kowe iki pancen embel gedhes kok!” ( kamu ini memang nggak benar adanya! )
Dalam konteks keseharian, sedikit bercanda, dan dengan teman yang sudah akrab, kalimat embel gedhes bisa dan wajar diucapkan.
Seperti contoh, saya berbincang dengan teman yang sudah akrab dan sudah terjalin raport yang baik antara kita, kemudian teman saya mengungkapkan tentang Atlantis,
“Wah, ternyata Atlantis itu adalah Indonesia”
Saya bisa menjawab ketidak percayaan saya dengan istilah, “Embel Gedhes!”
Yang menarik disini, terkait dengan istilah embel gedhes yang muncul adalah bahwa istilah tersebut sering diucapkan oleh seorang pakar, doctor anthropologi kesehatan dan mantan dosen UI.
Apabila istilah tersebut dilontarkan untuk teman-teman dekat yang sudah akrab, mungkin ceritanya lain. Namun kali ini istilah-istilah tersebut juga dilontarkan untuk orang-orang yang baru pertama kali ber-interaksi dengannya.
Seorang pakar dengan jenjang akademik yang lumayan tinggi, istilah embel gedhes bukanlah sekedar istilah bercanda.
Ada kesedihan dan ada luka yang pernah dialami dengan istilah tersebut sehingga dirinya memposisikan diri selalu lebih tinggi dengan menganggap bodoh semua orang di depannya, terutama kepada mereka yang dibilang selalu memungut terapi buangan yang kemudian di-dagangkan!
Agung Webe, apakah anda marah kemudian tulisan ini diturunkan?
Saya bukan sekedar marah, namun juga heran tujuh keliling dengan maksud tersebut. Keheranan saya berkaitan dengan Indonesia,
Dan ini yang akan saya ceritakan ….
Tidak satupun dari kita yang tinggal di Indonesia yang tidak menginginkan Indonesia maju, apalagi menjadi mercu suar dunia.
Setiap anak bangsa mempunyai niat luhur untuk berperan memajukan bangsanya. Dalam perjalanan tersebut tentu saja ada individu atau sekelompok orang, baik di dalam negeri dan di luar negeri yang ingin memanfaatkan situasi untuk keuntungannya, atau malah menginginkan status quo dengan menjadikan Indonesia tetap sebagai Negara garis bawah.
Keinginan untuk kemajuan inilah yang sedang membara sehingga membawa kreatifitas dan inovasi yang bisa dikatakan liar dari sisi manapun juga.
Apakah keliaran ini adalah sebuah ancaman?
Bukan! Ini adalah energy yang meluap sebagai niat sumbang-sih kepada kemajuan yang ada. Sebagai saudara yang berada dalam satu bangsa, dengan sebuah visi kemajuan yang sama, kita bisa saling memperingatkan, bahu membahu dan saling membantu untuk menegakkan tiang yang hampir tumbang.
Indonesia bisa menjadi unik, dan tidak bisa disamakan dengan Negara manapun juga di dunia ini.
Hypnosis dan NLP tumbuh liar di Indonesia disebabkan karena kita mempunyai akar yang sama sejak berabad-abad silam. Di negeri barat pertumbuhan Hypnosis dan NLP tidak sebesar Indonesia, bukan karena mereka pandai, namun karena mereka tidak bisa memahami sepenuhnya arti dari trance yang menjadi basis tindakan.
Dulu, waktu para mpu kita dapat membuat keris, para pendatang dari barat yang mengetahui bahwa bahan keris terdiri dari campuran besi, nikel dan batu meteorit yang hanya dapat lebur dalam titik didih di atas 2000 derajad celicus, orang-orang barat itu juga bilang, “embel gedhes!”
Titik didih tersebut hanya dapat dicapai dengan pemanasan system oven, bukan tungku kayu!
para mpu kita tidak perduli dengan olok-olok bahwa pembuatan keris tidak ilmiah, mereka tetap memposisikan diri sebagai para praktisi yang terus mempraktekkan keahliannya. Hingga akhirnya para ahli dari barat mengeluarkan statement bahwa “Para mpu yang dapat meleburkan tiga jenis bahan tersebut adalah orang-orang yang memahami teknologi nuklir!”
Perkembangan Hypnosis dan NLP memang sangat pesat dan liar, sekali lagi ini karena didukung oleh pengetahuan dasar atau akar yang sama yang sudah mereka alami di lingkungan mereka, Nusantara!
Seharusnya kita bangga dengan hal ini, dengan apapun yang dikembangkan oleh anak bangsa yang mempunyai potensi menjadi mercu suar dunia. Dan tugas masing-masing dari kita adalah mendukung serta memberikan jalan yang kita tahu dari sisi kelimuwan kita masing-masing, bukan malah menentangnya kemudian menenggelamkan atas dasar ego akademik.
Indonesia akan dibawa kemana, apabila anda menganut paham embel gedhes? Dan semua yang dikatakan atau di lakukan oleh orang lain diluar komunitas anda adalah embel gedhes?
Salam cerdas Indonesia!
Agung Webe
http://www.agungwebe.net
No comments:
Post a Comment