Sampai saat ini saya
masih belum menemukan korelasinya antara ikhlas dan terwujudnya impian. Setidaknya
saya tidak melihat bahwa dampak ikhlas adalah terwujudnya impian atau
keinginan. Karena bagi saya, ‘ikhlas’ dan terwujudnya impian adalah
dua daerah yang berbeda.
Apakah Ikhlas itu?
Karena kata Ikhlas banyak
dipakai dalam agama Islam, maka beberapa arti Ikhlas akan saya copy paste dari
beberapa sumber yang ada:
·
"Dan mereka tidak
diperintah, kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan ikhlas dalam
menjalankan AgamaNya". (QS.
Al-Bayyinah : 5).
·
Prof. Dr. Hamka: yakni mengatakan bahwa arti ikhlas itu adalah bersih, tidak ada
campuran apapun.
·
Dzun Nun Al-Misri :
"Kecuali dengan kebenaran dan sabar di dalam ikhlas, maka ikhlas itu tidak
akan sempurna". Di samping itu juga Dzun
Nun Al-Misri menambahkan keterangannya mengenai ikhlas, ada tiga alamat
yang telah menunjukkan keikhlasan pada seseorang, antara lain adalah:
1.
Ketiadaan
perbedaan antara pujian dan celaan.
2.
Lupa memandang
amal perbuatan di dalam amal perbuatannya sendiri.
3.
Lupa menuntut
pahala atas amal perbuatannya di dalam kampung akhirat.
Yang menarik adalah tulisan dari Drs. Syamsir, M.Ag (Dosen
Ulumul Qur'an & Fiqh FIBA):
Bila diteliti lebih
lanjut, kata ikhlas sendiri sebenarnya tidak dijumpai secara langsung
penggunaannya dalam al-Qur’an. Yang ada hanyalah kata-kata yang berderivat sama
dengan kata ikhlas tersebut. Secara keseluruhan terdapat dalam tiga puluh ayat
dengan penggunaan kata yang beragam. Kata-kata tersebut antara lain : kata khalashuu, akhlashnaahum, akhlashuu,
astakhlish, al-khaalish, dan khaalish masing-masing sebanyak satu kali.
Selanjutnya kata khaalishah lima
kali, mukhlish (tunggal) tiga kali, mukhlishuun (jamak) satu kali, mukhlishiin (jamak) tujuh kali, mukhlash (tunggal) satu kali, dan mukhlashiin (jamak) sebanyak delapan
kali.
Secara etimologis,
kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata akhlasha
yang berasal dari akar kata khalasha. Menurut Luis Ma’luuf, kata khalasha ini
mengandung beberapa macam arti sesuai dengan konteks kaliamatnya. Ia bisa
berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala (sampai), dan
I’tazala (memisahkan diri).
Selanjutnya, ditinjau
dari segi makna, term ikhlas dalam al-Qur’an juga mengandung arti yang beragam.
Dalam hal ini al-Alma’i merinci pemakaian term tersebut kepada empat macam :
Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa’ (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-47. Di sini al-Alma’i mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut yang intinya bahwa Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang suci. Penafsiran yang sama juga dikemukakan oleh al-Shaabuuni dalam tafsirnya Shafwah al-Tafaasiir, yakni “Kami (Allah) istimewakan mereka dengan mendapatkan kedudukan yang tinggi yaitu dengan membuat mereka berpaling dari kehidupan duniawi dan selalu ingat kepada negeri akhirat.” Dengan demikian terdapat kaitan yang erat (munaasabah) antara ayat 46 dengan 47, yakni ayat yang sesudahnya menafsirkan ayat yang sebelumnya.
Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa’ (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-47. Di sini al-Alma’i mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut yang intinya bahwa Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang suci. Penafsiran yang sama juga dikemukakan oleh al-Shaabuuni dalam tafsirnya Shafwah al-Tafaasiir, yakni “Kami (Allah) istimewakan mereka dengan mendapatkan kedudukan yang tinggi yaitu dengan membuat mereka berpaling dari kehidupan duniawi dan selalu ingat kepada negeri akhirat.” Dengan demikian terdapat kaitan yang erat (munaasabah) antara ayat 46 dengan 47, yakni ayat yang sesudahnya menafsirkan ayat yang sebelumnya.
Kedua, ikhlas berarti al-khuluus min
al-syawaa’ib (suci dari segala macam kotorn), sebagaimana tertera dalam surat
an-Nahl : 66 yang membicarakan tentang susu yang bersih yang berada di perut
binatang ternak, meskipun pada mulanya bercampur dengan darah dan kotoran ;
kiranya dapat dijadikan pelajaran bagi manusia. Makna yang sama juga terdapat
dalam surat al-zumar : 3, walaupun dalam konteks yang berbeda. Dalam ayat
tersebut dibicarakan tentang agama Allah yang bersih dari segala noda seperti
syirik, bid’ah dan lain-lain.
Ketiga, ikhlas berarti al-ikhtishaash
(kekhususan), seperti yang terdapat pada surat al-Baqarah : 94, al-An’am : 139,
al-A’raf : 32, Yusuf : 54, dan al-Ahzab : 32.
Keempat, ikhlas berarti al-tauhid
(mengesakan) dan berarti al-tathhir (pensucian) menurut sebagian qira’at.
Ikhlas dalam artian pertama inilah yang paling banyak terdapat dalam al-Qur’an,
antara lain terdapat dalam surat al-Zumar : 2,11,14, al-Baqarah : 139, al-A’raf
: 29, Yunus : 22, al-Ankabut : 65, Luqmaan : 32, Ghaafir : 14,65, an-Nisaa :
146, dan al-Bayyinah : 5. Dalam ayat-ayat tersebut, kata-kata yang banyak
digunakan adalah dalam bentuk isim fa’il (pelaku), seperti mukhlish (tunggal) dan mukhlishuun
atau mukhlshiin (jamak). Secara
leksikal kata tersebut dapat diartikan dengan al-muwahhid (yang mengesakan). Dalam konteks inilah kiranya surat
ke-112 dalam al-Qur’an dinamakan surat al-ikhlaas, dan kalimat tauhid (laa
ilaaha illa Allah) disebut kalimat al-ikhlas. Dengan demikian makna
ikhlas dalam ayat-ayat di atas
adalah perintah untuk selalu mengesakan Allah dalam beragama, yakni dalam
beribadah, berdo’a dan dalam perbuatan taat lainnya harus dikerjakan
semata-mata karena Allah; bukan karena yang lain. Itulah sebabnya mengapa term
ikhlas pada ayat-ayat di atas selalu dikaitkan dengan al-diin.
Dari
beberapa sumber dan ulasan yang saya copy
paste di atas, tidak ada satupun yang menjelaskan bahwa Ikhlas berkaitan
dengan terwujudnya impian.
Kalau
saya cuplik dari kalimat diatas ini: “Dengan demikian makna
ikhlas dalam ayat-ayat di atas
adalah perintah untuk selalu mengesakan Allah dalam beragama, yakni dalam
beribadah, berdo’a dan dalam perbuatan taat lainnya harus dikerjakan
semata-mata karena Allah”.
Dalam
hal ini makna Ikhlas kalau saya maknai secara universal adalah ajakan untuk
selalu berada dalam ‘present time’ atau saat ini. Lebih dalam
lagi, apabila Allah adalah segala sumber dari kesadaran dalam perbuatan dan
tindakan, maka mengarahkan doa dan perbuatan lainnya yang dikerjakan
semata-mata kerana Allah adalah ajakan untuk selalul terhubung dengan consciousness.
Artinya
dalam kondisi Ikhlas, maka seseorang berada dalam kehidupan yang spontan.
Apapun yang muncul bukan dari dirinya, bukan dari pikirannya. Namun muncul
spontan dari Consciousness atau dalam
bahasa agama dikatakan berasal dari Allah.
Lalu
mengapa Ikhlas banyak dikaitkan dengan terwujudnya impian? Kalimat yang sering
ditulis adalah: Semakin banyak
melepaskan, maka akan semakin banyak menerima.
Bagi
saya, melepaskan bukanlah ikhlas.
Anda
dapat melepaskan sesuatu dengan tidak ikhlas, anda dapat banyak melepaskan
sesuatu dengan tidak ikhlas.
Ketika
dengan spontan anda melepaskan sesuatu, artinya tindakan melepaskan bukanlah
dari logika anda, bukan dari pikiran anda, maka spontanitas melepaskan berasal
dari consciousness, yang dalam bahasa agama sekali lagi dikatakan terhubung
dengan Allah. Bahkan bukan saja saat melepaskan. Saat menerima juga dapat
menjadi menerima dengan ikhlas. Ketika spontan anda menerima sesuatu, yaitu
menerima bukan karena pertimbangan untung dan rugi, bukan pertimbangan logika
anda, namun menerima secara spontan, maka spontanitas menerima berasal dari
consciousness.
Ki
Ageng Suryomentaram mengajak untuk berada dalam kondisi ikhlas ini dengan
kalimat sederhana: saiki, neng kene, ngene, (sekarang,
disini, seperti ini), inilah ‘present
time’ ala Ki Ageng.
Ikhlas
itu apa? Ikhlas itu adalah apabila anda dapat menjadikan kondisi saat ini. Entah anda
melepaskan atau menerima, entah anda mengalami peristiwa apapun juga, saat anda
mengalami hal-hal tersebut dan anda berada pada ‘present time’ maka anda dikatakan berada dalam kondisi ikhlas.
Saat
berada dalam kondisi present time
itulah anda tidak terpengaruh dengan masa lalu dan tidak khawatir dengan masa
depan, saat present time anda
terhubung dengan consciousness atau
Allah.
Lalu
mengapa ikhlas banyak dikaitkan dengan terwujudnya impian?
Ini adalah
utak-atik-gatuk atau
mencocok-cocokkan yang sekiranya dapat dihubungkan. Kalau kita lihat bahwa
ikhlas adalah kondisi yang selalu merasakan saat ini, sekarang, disini,
seperti ini, lalu apa yang anda pikirkan dengan impian anda?
Apapun
yang muncul dalam kehidupan anda, apapun yang hadir dalam kehidupan anda, saat
itulah terima dengan ikhlas (menyadari saat ini, sekarang, disini,
seperti ini) demikian anda saat itu terhubung dengan consciousness.
Bila
Ikhlas adalah kondisi present time,
maka semakin jelas bahwa kata ikhlas berbeda maknanya dengan rela dan juga dengan pasrah.
Saya
berikan contoh kalimat:
Saat
itu anda rela melepas sejumlah uang
dengan harapan akan mendapatkan keuntungan nantinya. Lalu saat anda tidak
mendapatkan keuntungan yang diharapkan, anda hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut.
Dalam
kalimat diatas, anda bisa rela dan pasrah tanpa ikhlas. Artinya saat anda
melakukan tindakan rela dan tindakan pasrah, saat itu anda tidak menyadari present time, anda tidak berada dalam
kondisi saat ini, disini, sekarang.
Lalu
apakah seseorang yang berdoa (doa identik
dengan meminta – secara umum) – meminta diberikan rejeki, diberikan
kesehatan, diberikan berkah, diberikan ini dan itu. Doa yang isinya permintaan
jelas bukan menyadari kondisi present
time. Karena permintaan lahir dari logika atas hidup yang dijalani.
Doa yang
isinya bersyukur, mensyukuri apapun yang ada saat ini, adalah kondisi ikhlas. Karena
bersyukur adalah ungkapan untuk menikmati saat ini, disini, sekarang.
Jadi,
saat anda menyadari kondisi saat ini, kondisi ‘present time’ maka apa yang anda inginkan dengan impian anda? Kondisi
saat ini, disini, sekarang, adalah kondisi tanpa masa lalu dan tanpa masa
depan. Menikmati setiap momen kehidupan dengan spontan. Kehidupan hadir
menyenangkan ya oke, kehidupan hadir menyedihkan ya oke.
Apakah
kita tidak boleh mempunyai impian? Oh tentu boleh saja. Karena harapan atau
impian adalah sesuatu yang menggerakkan kehidupan berjalan ke depan. Buatlah impian
anda, tentukan goal anda. Kemudian jalani tindakan atau usaha-usaha anda dengan
maksimal yang mengarahkan terwujudnya impian tersebut. Dalam upaya yang ada,
setiap momennya, silahkan nikmati ‘present time’ yang ada, nikmati masa
kini, saat ini, sekarang, yang hadir.
Ikhlas
jelas tidak ada hubungannya dengan terwujudnya impian yang anda buat.
Ikhlas
adalah cara menikmati hidup selalu dalam masa kini, dan terwujudnya impian
adalah upaya kerja keras dan disiplin dalam menjalankan langkah-langkah anda. Bahkan
kalimat inipun bagi saya bukan ikhlas: Lakukan
langkah maksimal atas upaya anda, lalu pasrahkan seluruhnya kepada Allah.
Kalimat
diatas dapat menjadi kondisi ikhlas saat anda dapat menikmati setiap momen saat
ini anda. Anda bisa pasrah, namun saat anda pasrah belum tentu anda
berada dalam kondisi ikhlas.
Selamat
menjalani setiap momen kehidupan anda dalam kondisi ‘present’, saat ini, disini, sekarang, sehingga ada terbebas dari
pikiran masa lalu dan tidak khawatir dengan pikiran akan masa depan. Di saat
yang sama, silahkan lakukan upaya-upaya yang maksimal atas tindakan anda untuk
mewujudkan impian anda.
Salam!
No comments:
Post a Comment