Bagi seorang karyawan perusahaan yang mengawali pekerjaan dari level pelaksana, tentu saja ia bercita-cita naik jabatan jadi manger. Dari manager bercita-cita naik jabatan lagi jadi senior manager. Kemudian bercita-cita naik lagi untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi sepanjang levelnya masih ada dan sepanjang dirinya masih bisa untuk naik jabatan.
Jabatan, selain terkait dengan benefit yang diterimanya, juga terkait dengan gengsi si penyandang jabatan. Tentu saja, dimanapun adanya di setiap perusahaan di kolong dunia ini, setiap kenaikan jabatan akan diikuti oleh kenaikan gaji, tambahnya benefit dan fasilitas yang diterima.
Karena adanya perbedaan benefit yang diterima dari posisi sebelumnya inilah yang akan merangsang seseorang untuk antusias mengikuti serangkaian persyaratan kenaikan jabatan.
Dalam hukum pekerjaan dan management, sangat jelas dikatakan bahwa Reward yang lebih besar dari usaha ditambah resiko, akan sangat diminati untuk dilakukan. Jadi bila seseorang usahanya ditambah dan resikonya ditambah ( beban tanggung jawab ), namun bila reward yang diterima tetap lebih besar dari usaha plus resiko tersebut, maka ia akan melakukan dengan semangat.
Namun menjadi kebalikannya apabila usaha seseorang ditambah, resiko juga menjadi semakin besar, dan reward yang diterima lebih kecil dari usaha ditambah resiko, maka ia tidak akan melakukan dengan semangat, atau malah tidak akan melakukan tindakan.
Posisi jabatan manager bisa jadi hanya istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang telah senior, padahal benefit atau pendapatan bisa dibilang sama pada saat ia menjadi pelaksana dulunya.
Apa pilihan anda?
Setiap karyawan mempunyai pilihannya sendiri dalam menentukan target pekerjaannya. Ada tiga jenis karyawan yang bisa saya klasifikasikan untuk itu:
1. Karyawan SEMUT
Karyawan ini merangkak pelan dengan motto: “yang penting masih bisa makan”. Ada perubahan kesejahteraan ya syukur, enggak ya syukur. Mereka bekerja dengan tekun walau sering ‘ngedumel’ di belakang karena tidak berani mengungkapkan kekesalannya terhadap kebijakan perusahaan.
2. Karyawan KANCIL
Karyawan ini sangat gesit melihat peluang yang ada dengan tetap tidak mengganggu pekerjaan utama. Mottonya: “selalu berbuat lebih untuk mendapatkan lebih” . Tidak puas dengan keadaan yang biasa-biasa saja dan selalu berjuang menjadi yang terbaik dengan inovasi dan kreasi
3. KARYAWAN MACAN
Karyawan ini selalu mengaum setiap ada rencana perubahan. Ia belum tahu perubahan seperti apa, namun yang jelas perubahan itu akan mengusik kenyamanannya.
Terlepas dari tiga jenis karyawan diatas, kenaikan jabatan memang seharusnya merangsang sebuah perubahan. Ia yang berubah jabatannya juga harus berubah paradigmanya dalam bekerja, dan untuk itulah ia diberi benefit yang lebih dari sebelumnya.
Kenaikan jabatan tersebut mempunyai dua jalur pelaksanan, yaitu PENUGASAN dan BIDDING.
Sebagai seorang karyawan, sebaiknya memahami mana yang merupakan penugasan dan mana yang bidding. Mengapa harus dipahami? Karena masing-masing jalur mempunyai karakteristik rules sendiri. Dan perusahaan harus menempatkan secara tepat dari jalur tersebut.
Sebuah perusahaan dimana posisi manager dibutuhkan karena alasan operational perusahaan, dan dalam posisi tersebut tidak terdapat benefit yang signifikan ( dalam bahasa management hanya ada penyesuaian dan tidak ada perubahan ), jalur yang harus digunakan adalah PENUGASAN. Karyawan diberi tugas untuk mengikuti pelatihan kenaikan jabatan.
Sebuah perusahaan dimana posisi manager adalah posisi kompetitif, dicari kualitas bukan karena alasan kebutuhan operational, maka jalur yang diterapkan adalah BIDING. Dalam bidding terjadi kompetensi terbuka. Dari tes awal sampai beberapa tahap penyaringan untuk menemukan manager handal. Apabila proses menjadi manager adalah bidding, maka benefit yang diterima harus signifikan. Penghargaan kepada kompetensi dan jalannya penyaringan tersebut harus ada.
Yang perlu dipertanyakan adalah apabila ada proses menjadi manager dengan bidding, namun benefit yang ada tidak signifikan, hal ini harus disikapi secara tegas. Mengapa? Karena hal tersebut merupakan pelecehan jabatan. Saya mengatakan pelecehan jabatan, karena tanpa benefit seorang karyawan melakukan kompetensi, karyawan tersebut telah melakukan ‘jual diri’. Yaitu pemikiran: “daripada enggak, dan daripada saya ada di posisi bawah lebih lama, nggak ada benefit nggak apa-apa yang penting jadi menager.”
Pemikiran sederhana dengan logika sederhana, dan tidak bisa disalahkan adalah:
pada saat menjadi bawahan punya penghasilan 15 juta, kemudian saat jadi manager-pun penghasilannya sama 15 juta ditambah tanggung jawab dan beban pekerjaan yang lebih.
Mau pilih yang mana?
Kembali lagi bahwa pilihan seorang karyawan memang tidak bisa dipaksakan. Semua merupakan tanggung jawab individu terhadap beban kerjanya. Yang jelas, bagi karyawan yang cerdas adalah: ia tahu kapan harus berlari, kapan harus berjalan, dan kapan harus berhenti.
Sangat tidak salah apabila logika sederhana yang ada adalah ‘benefit’, karena ia harus mencukupi kebutuhan keluarganya bukan dari gengsi jabatan, namun dari penghasilan nyata yang didapatkan.
Disinilah dibutuhkan peran para anggota majelis management perusahaan beserta direkturnya untuk memperbaiki system kompentensi terbuka atau yang dikenal dengan nama bidding. Sebuah proses kompentensi harus dihargai yang layak untuk melahirkan kualitas-kualitas yang tangguh, professional, percaya diri, dan mandiri.
Pilihan bagi perusahaan sangat sederhana:
1. Dibutuhkan posisi jabatan manager karena alasan operational dengan tidak ada benefit yang signifikan, hanya ada penyesuaian pendapatan yang tidak melebihi 10% dari pendapatan terakhir, maka lakukanlah PENUGASAN.
2. Dibuka kompetensi terbuka untuk menjadi manager handal dengan benefit yang signifikan, penyesuaian pendapatan minimal 50% dari pendapatan terakhir, maka lakukanlah BIDDING.
Note: kalimat ‘benefit’ di atas jangan hanya diartikan uang, namun segala fasilitas non materi yang ada termasuk di dalamnya.
Salam Sukses!
Agung Webe
No comments:
Post a Comment